Rabu, 09 Desember 2015

karya ilmiah



MEMBANGUN MANUSIA MODERN YANG RAMAH LINGKUNGAN

Karya Tulis Ini Disusun
Untuk Mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah
(LKTI) Tingkat Mahasiswa STAIN Kediri



 

Description: F:\logo.png









Disusun Oleh:

ILMA KHUSNITA ( 9336 104 13 )




SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI
(STAIN KEDIRI)
2015

A.                              IDENTIFIKASI MASALAH
            Tragedi lingkungan (Common Tragedi) pada sepanjang sejarah sering terjadi dan sangat memprihatinan. Di tv, radio, dan media informasi lainnya tak jarang kita mendengar isu tentang krisis lingkungan. Bahkan di sekitar kita pun kita sering melihat sendiri kekacauan-kekacauan lingkungan hidup. Baru-baru ini terjadi kebakaran di hutan Riau yang sampai saat ini dampaknya masih sangat terasa bagi kita, tak hanya masyarakat dalam negeri saja, tapi negara-negara tetangga pun juga merasakan dampak dari kebakaran tersebut.
            Alfred Diamond menganalisis terjadinya kegagalan pengelolaan lingkungan dan meningkatnya masalah kesehatan lingkungan akibat lemahnya mencermati fenomena alam dalam memfasilitasi manusia sebagai khalifah di muka bumi,[1] sehingga tak terhidarkan bencana banjir dan longsor di berbagai wilayah di Indonesia khususnya, luapan lumpur lapindo di Sidoarjo, kebakaran-kebakaran hutan, dan pemanasan iklim global sebagai akibat kegagalan manusia untuk berlaku bijak pada lingkungan. Idealnya, manusia sebagai khalifah di muka bumi harus menjaga dan memelihara alam untuk dirinya sendiri dan generasi setelahnya. Bukan malah mengeksploitasi alam secara besar-besaran dan tanpa tanggung jawab.
            Persoalan lingkungan yang terjadi di bumi kita ini, tak lain merupakan hasil dari ulah tangan manusia sendiri. Kerusakan alam ini, menurut bapak Quraish Shihab, bermula saat manusia memasuki sebuah era yang mereka sebut sebagai zaman modern. Berbekal kemampuan akal, manusia bisa menciptakan mesin-mesin yang mampu mengeruk dan mengelola kekayaan alam. Semakin canggih teknologi yang ditemukan, semakin leluasa pula manusia memanfaatkan sumber daya alam untuk keperluan dan kemudahan dalam hidupnya. Namun disatu sisi, selain dapat memberikan dampak positif bagi kehidupan manusia, ternyata teknologi yang canggih juga malah menimbulkan masalah-masalah baru termasuk masalah krisis lingkungan. Mengapa demikian?
Berangkat dari identifikasi masalah tersebut, penulis ingin menulis karya ilmiah dengan judul Membangun Manusia Modern yang Ramah Lingkungan. Dengan rumusan masalah sebagai berikut :
  1. Bagaimana kondisi manusia modern dewasa ini ?
  2. Bagaimana membangun manusia modern yang ramah lingkungan ?

B.            ANALISIS PERMASALAHAN
Kondisi Manusia modern
Kemajuan yang dialami oleh dunia Islam ternyata mempunyai daya tarik bagi orang-orang Eropa (atau Barat pada umumnya, yang masih mengalami masa kegelapan dan kemunduran) untuk berguru pada Islam. Kontak yang terjadi antara dunia Eropa dan dunia Islam, pada lima abad berikutnya, ternyata mampu mengantarkan Eropa melalui ide-ide “Kebangkitan Kembali” (Renaisance), reformasi, revolusi ilmu pengetahuan, “pencerahan” (enlightment), dan rasionalisme untuk memasuki babak sejarah yang benar-benar baru, yaitu abad modern.[2]
            Ke-modern-an yang telah dicapai bangsa Barat telah mengantarkan kita semua, khususnya bangsa Barat sendiri, kepada zaman globalisasi.[3] Fenomena globalisasi yang muncul sebagai akibat dari kemajuan teknologi komunikasi yang tumbuh sedemikian pesat, yang disertai oleh meningkatnya transmisi ilmu pengetahuan dan informasi telah merubah pemikiran kita, bola bumi yang selama ini kita anggap besar telah mengecil; sekat-sekat ras, etnik, agama, dan sebagainya secara tak sengaja telah tertembus oleh produk teknologi komunikasi. Kehidupan manusia dalam planet bumi yang sebelumnya masih terkotak-kotak dalam wilayah benua-benua, sekarang ini telah laksana sekumpulan orang dalam sebuah kapal besar, yang satu dapat secara leluasa berkomunikasi dengan yang lain.[4]
            Namun, proses modernisasi yang dijalankan oleh dunia Barat sejak zaman renaissans, di samping membawa dampak positif, juga telah menimbulkan dampak negatif. Dampak positifnya, modernisasi telah membawa kemudahan-kemudahan dalam kehidupan manusia, sementara dampak negatifnya, modernisasi telah menimbulkan krisis makna hidup, kehampaan spiritual dan tersingkirnya agama dalam kehidupan manusia.[5] Hal ini terjadi karena manusia modern mencoba untuk memisahkan antara ilmu pengetahuan dengan agama. Kemajuan-kemajuan yang terjadi pada manusia modern dalam mengolah sumber daya alam  tidak di imbangi dengan spiritualitas yang tinggi pula, akibat adanya pemisahan antara ilmu pengetahuan dengan agama.
Manusia modern telah mengalami (atau malah menderita) ekses. Ekses itu adalah akibat dari dominasi ilmu dan teknologi yang, menurut Ashadi Siregar, hanya mampu menghasilkan teknokrat-teknokrat tanpa perasaan.[6] Sebagaimana halnya dengan mesin yang tanpa perasaan, manusia modern mengeksploitasi alam semaksimal mungkin tanpa memikirkan akibat dari perbuatannya itu. Mereka tetap menuruti keinginan-keinginan nafsunya, tanpa ada rambu-rambu lagi baginya, sehingga terjadilah krisis lingkungan.
Mereka memperlakukan alam sama dengan pelacur, menikmati dan mengeksploitasi  kepuasan darinya tanpa rasa tanggung jawab apapun. Alam dipandang tak lebih dari sekedar objek dan sumber daya yang perlu dimanfaatkan dan dieksploitasi semaksimal mungkin.[7]Dalam upaya mencapai kesejahteraannya, manusia modern mencoba untuk memenuhi setiap keinginan-keinginannya, ia akan menciptakan apa saja yang dapat membuat hidupnya semakin mudah dan efektif. Teknologi-teknologi yang mereka kembangkan tidak lain hanya untuk keperluan mereka sendiri. Terlepas dari pemikiran tentang dampak yang akan ditimbulkan oleh perbuatannya itu.
Manusia modern menganggap bahwa alam adalah barang yang bisa dimanfaatkan sesuka hati. Hal ini diperparah dengan sikap tamak dan serakah yang melekat pada diri manusia. Ketamakan dan keserakahan ini, mendapatkan wahana pelampiasannya dengan kemajuan teknologi di segala bidang. Kekayaan alam dikeruk untuk memuaskan nafsu keserakahan, tanpa mempertimbangkan kelanjutan di masa yang akan datang.[8]
Menurut Nasr,[9] krisis lingkungan muncul lantaran penolakan manusia untuk melihat Tuhan sebagai “Lingkungan” yang sesungguhnya, yang mengelilingi sekaligus menyamai kehidupan mereka. Pengrusakan lingkungan disebabkan oleh upaya manusia modern untuk memandang lingkungan alam sebagai tatanan realitas yang secara ontologis berdiri sendiri dan dipisahkan dari lingkungan yang Ilahi.[10] Ilmu pengetahuan dan teknologi yang di kembangkan oleh manusia modern saat ini, di dasarkan pada dominasi dan penjajahan atas alam, yang memandang alam sebagai musuh manusia, dan yang terus memperkosa dan terus menghancurkan lingkungan. Sehingga lingkungan kita yang dulunya ramah, kini berubah menjadi sumber bencana ketika sudah tak sanggup lagi mengemban fungsinya.
Nasr juga mengatakan bahwa, peradaban modern yang telah berkembang adalah sebuah eksperimen yang telah mengalami kegagalan sedemikian parahnya, sehingga umat manusia menjadi ragu apakah dapat menemukan cara-cara lain di masa yang akan datang. Manusia modern telah memberontak melawan Tuhan, mereka telah menciptakan sebuah sains yang tidak berlandaskan cahaya intellect (jadi berbeda dengan yang kita saksikan di dalam sains-sains Islam tradisional), tetapi berdasarkan kekuatan akal (rasio) manusia semata untuk memperoleh data melalui indera. Sehingga peradaban modern hanya ditegakkan di atas landasan konsep mengenai manusia yang tidak menyertakan hal yang paling esensial dari manusia itu sendiri. dengan perangkat yang serba mekanis dan otomat, bukannya semakin mendekati kebahagiaan hidup, melainkan sebaliknya kian dihinggapi rasa cemas justru akibat kemewahan hidup yang di raihnya. Mereka telah menjadi pemuja ilmu dan teknologi dan semakin melupakan dimensi transenden mereka.
Manusia modern merasa cukup dengan perangkat ilmu dan teknologi yang telah mereka miliki, sehingga ajaran wahyu-pun kian di tinggalkan. Mereka telah memasuki fase paham sekularisme. Sekularisasi, meminjam penjelasan Peter L. Berger, dapat dibedakan menjadi dua bentuk; dalam arti pemisahan institusi agama dan politik dan yang lebih penting dalam konteks keagamaan, yaitu “adanya proses-proses penerapan dalam pikiran manusia berupa sekularisasi kesadaran”. Diperjelas oleh Harvey Cox tentang makna sekularisasi, yaitu: “terbebasnya manusia dari kontrol ataupun komitmen terhadap nilai-nilai agama”. Lebih lanjut katanya, sekularisasi terjadi ketika manusia berpaling dari “dunia sana” dan hanya memusatkan perhatiannya pada “dunia sini dan sekarang”.[11] Sekularisasi Cox, “memisahkan alam dari Tuhan dan membedakan manusia dengan alam.” Dengan demikian, alam dilepaskan dari pesona Ilahinya dan dapat dilihat sebagai barang biasa. Hilangnya pesona Ilahi dari alam ini disebut sebagai “kondisi mutlak bagi perkembangan ilmu-ilmu alam” dan “membuat alam tersedia untuk digunakan.”
Nasr juga menuliskan bahwa:
“Masalah penghancuran lingkungan oleh teknologi, krisis ekologi dan semacamnya semuanya bersumber dari penyakit amnesis atau pelupa yang diidap oleh manusia modern. Mereka telah lupa, siapakah ia sesungguhnya. Karena manusia modern hidup di pinggir lingkaran eksistensinya; ia hanya mampu memperoleh pengetahuan tentang dunia yang secara kualitatif bersifat dangkal dan secara kuantitatif berubah-ubah. Dari pengetahuan yang hanya bersifat eksternal ini, selanjutnya ia berusaha merekonstruksi citra dirinya. Dengan begitu, manusia modern semakin jauh dari pusat eksistensi, dan semakin terperosok dalam jeratan pinggir eksistensi.”
            Kegagalan pengelolaan lingkungan juga terjadi akibat kemiskinan dan akibat cara berpandangan yang sempit yang sering kita gunakan dalam mengejar kesejahteraan. Banyak bagian dunia yang terperangkap dalam spiral menurun yang kejam; rakyat miskin terpaksa menggunakan sumber daya lingkungan secara berlebihan demi kelangsungan hidupnya dari hari ke hari, dan pemiskinan lingkungan hidup mereka itu memiskinkan mereka lebih jauh, membuat kelangsungan hidup mereka lebih sulit dan semakin tidak pasti. Kesejahteraan yang diperoleh sebagian dunia acap kali genting, karena diperoleh melalui praktik pertanian, industri, kehutanan, dan pertambangan yang menghasilkan keuntungan dan kemajuan hanya jangka pendek.[12]
Bukti Konkret
            Bencana-bencana yang selalu datang dan melanda bumi kita inilah yang merupakan perwujudan konkret dari adanya krisis lingkungan akibat dari ulah tangan kita sendiri. Pembangunan yang berlebihan dan kurangnya kesadaran akan analisis dampak lingkungan inilah yang menyebabkan kerusakan-kerusakan alam di sekitar kita.
Sekarang ini, kita telah mengalami bencana teknologi, yaitu bencana yang diakibatkan oleh dampak negatif dari teknologi yang diaplikasikan oleh manusia untuk menunjang aktifitasnya. Bencana ini merupakan bencana yang tergolong aktivitas antropogenik yang timbul dari kesalahan manusianya (human error) atau kegagalan teknologi. Pada prinsipnya aplikasi teknologi bersifat ambivalen, atau pisau bermata dua, yakni dampak positif yang mendatangkan kesejahteraan, sehingga menjadi berkah. Di sisi lain dampaknya adalah negative karena mendatangkan bencana atau musibah yang dapat mengancam kehidupan.[13] Diantara dampak negatif itu adalah dampak terhadap lingkungan hidup kita,baik lingkungan sosial maupun lingkungan fisik. Banyak terjadi bencana-bencana alam akibat dari kemajuan teknologi maupun eksploitasi alam yang dilakukan oleh manusia modern, diantaranya yaitu:
  1. Lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur
Peristiwa yang ditimbulkan oleh kegiatan pertambangan gas yang dilakukan oleh sebuah perusahaan nasional dibidang pertambangan menjadi sejarah kelam dunia pertambangan yang berdampak pada lingkungan di Indonesia. Hal ini terjadi karena gas yang dituju, namun lumpur yang nyembur, sebuah malapetaka yang menimpa lingkungan fisikal dan lingkungan sosialnya. Menurut Andang, semburan dipicu pengeboran di sumur Banjar Panji 1, dimana pihak lapindo tidak isa mengelola underground low out sehingga memicu semburan. Sumur Banjar Panji 1 adalah sumur eksplorasi milik Lapindo Brantas Inc. saat semburan pertama terjadi pada 29 Mei 2006, Lapindo telah mengeksplorasinya 80 hari padahal kontrak kerjanya hanya 35 hari. Bencana ini menimbulkan akibat di mana permukiman penduduk tenggelan, ada sekitar 16 lebih desa yang tenggelam. 
  1. Tragedi Minata di Teluk Minata, Jepang
Sesuai berita yang dirilis Kompas, 8 April 2009, antara tahun 1932-1986, Chiso corporation produsen pupuk kimia, pengguna karbit, produsen petrokimia dan plastik, diperkirakan membuang metil merkuri ke Teluk Minamata sebanyak 27 ton, sehingga kawasan Teluk Minamata mengalami sejarah kelam. Nama Minamata identik denganpenyakit perusak system saraf pusat akibat kandungan metil merkuri di dalam tubuh manusia yang masuk melalui ikan yang ditangkap untuk dikonsumsi.


  1. Bencana Chernobyl di Rusia
Bencana Chernobyl, adalah bencana yang ditimbulkan oleh meledaknya reaktor nuklir pada Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Ukraina, Rusia (dahulu Uni Soviet). Bencana ini merupakan bencana nuklir terburuk di dunia yang pernah terjadi. Peristiwa itu terjadi pukul 01.23 waktu Moskow, pada 26 April 1986, yang mana reaktor nomor empat dari empat reactor yang dimiliki, meledak.  
  1. Tragedi Teluk Meksiko
Di lepas pantai Lousiana, pada sumur kilang minyak Deepwater Horizon, teluk meksiko juga terjadi bencana yang diakibatkan oleh bencana teknologi. Sumur yang bocor adalah MC252, pada titik kebocoran mulut sumur pada kedalaman 15 km di bawah permukaan laut. Kebocoran mulai 22 April 2010, setelah terjadi kebakaran dan roboh, minyak yang tumpah 19,7 juta galon sampai 43 juta galon. Dalam perspektif pencemaran lingkungan, laut yang tercemar adalah lading bagi para nelayan, usaha perikanan laut dan pariwisata. 200 km pesisir tercemar berat, burung dan biota laut mati, vegetasi pantai rusak. Berbagai upaya gagal dilakukan untuk mengatasi kebocoran antara lain: menuangkan cairan kimia (dispersant), kubah raksasa dari beton seberat 100 ton , menyemprotkan lumpur kental dan menyemprotkan semen bercampur lumpur sedalam 1,6 km (Kompas, 6 juni 2010).[14] Dan masih sangat banyak peristiwa bencana alam akibat teknologi manusia modern.

Membangun Sikap yang Ramah Lingkungan
Secara ekologis, pelestarian lingkungan merupakan sebuah keniscayaan ekologis yang tidak dapat ditawar oleh siapapun dan kapanpun.[15] Sebenarnya kalau kita mau membuka kembali al-Qur’an dan berbagai kitab suci lainnya, tampak jelas bahwa bencana alam dan krisis lingkungan hidup adalah akibat dari ulah manusia. Manusia modern telah kehilangan agama (yang menjadi sebuah pedoman hidup bagi manusia), Menurut ajaran Islam, manusia dalam mengelola dan memanfaatkan alam harus bersikap arif. Maksudnya mengelola dan memanfaatkan alam jangan sampai merusak habitat alam. Mengelola alam harus diiringi dengan usaha-usaha untuk melestarikannya.
Berikut ini diantara kiat-kiat yang dapat dilakukan untuk mewujudkan manusia modern yang ramah lingkungan:
  1. Kembali kepada agama yang telah mereka tinggalkan.
Dalam uraian di atas telah disebutkan bahwa manusia modern telah memisahkan antara ilmu pengetahuan dengan agama. Namun, justru karena pemisahan itulah yang menyebabkan manusia modern banyak mengalami kehancuran, termasuk didalamnya adalah terjadinya krisis lingkungan. Dengan kembali kepada agama manusia akan memiliki sebuah rambu-rambu dalam kehidupan mereka, tidak bertindak semaunya sendiri. Begitu juga dalam memperlakukan alam ini, ketika ada
  1. Mengubah pandangan manusia modern dengan mengikis pandangan antroposentrisme (manusia yang hidup ditengah lingkungan) dan menggantinya dengan pandangan antropocosmis (manusia sebagai bagian dari alam). Semua pihak perlu kiranya menyadari pentingnya menjaga alam dari kerusakan demi kebahagiaan mereka sendiri. Kesadaran akan keterikatan kebahagiaan manusia dengan alam akan menumbuhkan perilaku menjaga dan menghindari setiap usaha untuk merusaknya.
Selain merubah visi antroposentris menjadi antropocosmis, manusia modern perlu mengembangkan sebuah teologi lingkungan hidup yang menjadikan alam sebagai sahabat dan media untuk mengabdi pada Tuhan. Dalam teologi ini, soal pahala dan dosa tidak hanya diukur dari banyaknya amal ibadah, namun juga berdasar penghargaan dan disiplin kita dalam memelihara lingkungan.[16]
Dengan adanya pandangan antropocosmos ini pula kemungkinan manusia merusak alam pun akan berkurang bahkan tidak akan ada yang mau merusak alam, karena mereka sudah merasa bersatu dengan alam. Jika manusia berbuat buruk terhadap alam, hal itu akan kembali pada pada manusia itu sendiri. Apapun yang kita berikan terhadap alam/ lingkungan, hal itu akan kembali pada kita juga.
  1. Menumbuhkan sikap ramah lingkungan bagi generasi selanjutnya (berupa pendidikan sejak dini). Usia dini adalah awal pembentukan nilai-nilai agama dan masyarakat yang strategis sifatnya. Sebab masa ini merupakan tahap pengenalan dalam proses pendidikan yang akan menentukan tahap berikutnya.[17] Dengan adanya penanaman rasa cinta lingkungan sejak dini, maka tahap selanjutnya nilai itu akan mulai menjadi pembiasaan dan akhirnya dapat membentuk perilaku dan kepribadian yang ramah lingkungan pula.
  2. Menumbuhkan kesalehan Lingkungan
Kesalehan bagi sebagian besar masyarakat diterjemahkan sebagai bentuk ketaatan terhadap hukuk agama yang terjewantahkan dalam ritual keagamaan seperti shalat, puasa, atau naik haji. Pendangan ini perlu diperluas, sebab kesalehan tidak semata-mata sekedar menjalankan ibadah atau ritual keagamaan. Kesalehan yang terbatas pada aktifitas ritual agama saja akan menjadi sempit karena menafikan relasi manusia dengan lingkungan sebagai tempat berpijak. Kesalehan yang sesungguhnya adalah akhlak yang paripurna karena sesungguhnya agama itu adalah akhlak yang baik (khusnul khuluq). Factor ketergantungan manusia terhadap alam seharusnya dapat menyadarkan manusia untuk senantiasa menjaga dan merawatnya.  Ada beberapa cara untuk membentuk kesalehan lingkungan antara lain:
Ø  Revitalisasi ajaran agama
Ø  Tadabbur alam yang kita tempati sungguh eksotik: keeksotikan dan keindahan alam adalah modal untuk kita berfikir, merenung dan bermuara pada aktifitas untuk memanfaatkan, mengelola, dan menjaga dengan penuh dengan tanggung jawab.
Ø  Berpartisipasi dalam program hijau
Ø  Program reward and punishment : kesalehan lingkungan juga dapat dibentuk melalui program ini.pemerintah dapat memberi reward kepada siapa saja yang berprestasi dalam menjaga kelestarian lingkungan. [18]

C.           KESIMPULAN
1.    pengertian tentang konteks kehidupan dunia modern, dihubungkan dengan konotasi modernitas yang mengalami atau bahkan menderita ekses. Ekses itu adalah akibat dari dominasi ilmu pengetahuan yang, menurut Ashadi siregar, hanya mampu melahirkan teknokrat-teknokrat tanpa peraaan. Kemajuan-kemajuan yang terjadi dalam dunia modern di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi tidak diimbangi dengan spiritualitas yang tinggi pula.
2.    peradaban modern yang berkembang di Barat sejak zaman renaissans merupakan eksperimen yang telah mengalami kegagalan, manusia modern telah menciptakan sebuah Sains yang tidak berlandaskan cahaya intellek, hanya berdasarkan kekuatan akal (rasio) saja.
3.    Manusia modern merasa cukup dengan perangkat ilmu dan teknologi yang telah mereka miliki, sehingga ajaran wahyu-pun kian di tinggalkan. Mereka telah memasuki fase paham sekularisme. Kegagalan pengelolaan lingkungan juga terjadi akibat kemiskinan dan akibat cara berpandangan yang sempit yang sering digunakan manusia dalam mengejar kesejahteraan. Banyak bagian dunia yang terperangkap dalam spiral menurun yang kejam; rakyat miskin terpaksa menggunakan sumber daya lingkungan secara berlebihan demi kelangsungan hidupnya dari hari ke hari, dan pemiskinan lingkungan hidup mereka itu memiskinkan mereka lebih jauh, membuat kelangsungan hidup mereka lebih sulit dan semakin tidak pasti. Kesejahteraan yang diperoleh sebagian dunia acap kali genting, karena diperoleh melalui praktik pertanian, industri, kehutanan, dan pertambangan yang menghasilkan keuntungan dan kemajuan hanya jangka pendek.
4.    perwujudan konkret dari adanya krisis lingkungan akibat dari ulah manusia modern diantaranya adalah : Lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur; Tragedi Minata di Teluk Minata, Jepang; Bencana Chernobyl di Rusia; dan Tragedi Teluk Meksiko.
5.    kiat-kiat yang dapat dilakukan untuk mewujudkan manusia modern yang ramah lingkungan: kembali kepada agama yang telah ditinggalkan,  Mengubah pandangan manusia modern dengan mengikis pandangan antroposentrisme (manusia yang hidup ditengah lingkungan) dan menggantinya dengan pandangan antropocosmis (manusia sebagai bagian dari alam), mengajarkan sikap ramah lingkungan sejak dini, dan menumbuhkan kesalehan lingkungan pada diri kita.
6.    Cara menumbuhkan kesalehan lingkungan dapat dilakukan dengan: revitalisasi ajaran agama, tadabbur terhadap alam yang kita tepati, ikut berpartisipasi dalam program penghijauan, dan program reward and punishment.



DAFTAR PUSTAKA
Maksum, Ali.2003. tasawuf Sebagai Pembebasan Manusia Modern : Telaah Signifikansi konsep “Tradisionalisme Islam” Sayyed Husain Nasr. Surabaya: pustaka pelajar.
Arjana, Bagus. 2013.  Geografi Lingkungan  Sebuah Introduksi . Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Madjid, nurcholis. 2008. Islam, Kemodernan, dan keIndonesiaan. Bandung: PT Mizan Pustaka.
Buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah STAIN KEDIRI
Sumantri, Arif. 2010. Kesehatan Lingkungan dan Perspektif Islam. Jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA GROUP.
Ramly, Nadjamuddin. 2007. Islam Ramah Lingkungan. Jakarta: Grafindo Khasanah Ilmu.
Abdul, Ibrahim. 2010. Greendeen: Inspirasi Islam dalam Menjaga dan Mengelola alam. Jakarta: Zaman.
Risa ,Agustin. Kamus Ilmiah Popular .Surabaya: Serba Jaya
Ali, Yunasril. 2012. Sufisme dan Pluralisme: Memahami Hakikat Agama dan Relasi Agama-Agama. Jakarta: Kompas Gramedia.
www. Liputan6. com
                                                                                                                              


[1] Bambang Giatno (pengantar: dalam buku berudul Kesehatan Lingkungan dan Perspektif Islam, 2010).
[2] Ali Maksum, tasawuf sebagai pembebasan manusia Modern: Telaah Signifikansi Konsep “Tradisionalisme Islam” Sayyed Hossein Nasr (Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR, 2003), H.69
[3] Secara sederhana, kata gloal berarti menyeluruh, utuh. Sedangkan globalisasi berarti pengglobalan seluruh aspek kehidupan, perwujudan (perombaan/ peningkatan/ perubahan) secara menyeluruh di segala aspek kehidupan. Risa Agustin, Kamus Ilmiah Popular (Surabaya: Serba Jaya), h.145
[4] Yunasril Ali, Sufisme dan Pluralisme: Memahami Hakikat Agama dan Relasi Agama-Agama (Jakarta: Kompas Gramedia, 2012), h. 69
[5] Ali Maksum, tasawuf sebagai pembebasan manusia Modern: Telaah Signifikansi Konsep “Tradisionalisme Islam” Sayyed Hossein Nasr (Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR, 2003), H.69
[6] Nurcholis Madjid. 2008. Islam, Kemodernan, dan KeIndonesiaan. Bandung: Mizan Pustaka. h.115
[7] Ali Maksum, Tasawuf sebagai pembebasan….h. 71
[8] Nadjamuddin Ramly, Islam Ramah Lingkungan (Jakarta Selatan: Grafindo Khasanah Ilmu, 2007),h. 21
[9] Adalah seorang pemikir tasawuf kontemporer dari Iran, salah satu karyanya berjudul Man and Nature (berisi tentang bagaimana seharusnya manusia memperlakukan alam).
[10] Ali Maksum, Tasawuf sebagai pembebasan….h. 73
[11] Ibid. h.78
[12] Bambang Giatno (pengantar: dalam buku berudul Kesehatan Lingkungan dan Perspektif Islam, 2010).
[13] Bagus Arjana, Geografi Lingkungan  Sebuah Introduksi (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), h.135
[14] Ibid.
[15] Arif Sumantri, Kesehatan Lingkungan dan Perspektif Islam (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 286
[16] Islam Ramah Lingkungan…h. 79
[17] Ibid.
[18] Arif Sumantri, Kesehatan Lingkungan….h. 246

Tidak ada komentar:

Posting Komentar