TAZKIYATUN NAFS
SEBAGAI TERAPI JIWA DALAM PERSPEKTIF IMAM GHOZALI
(Studi Kajian Taubat
Terhadap Penyakit Psikosomatik)
Disusun sebagai
pemenuhan tugas mata kuliah psikoterapi
Dosen pengampu:
Nur Aziz Efendi,
M.Psi.
Disusun oleh:
Ana Nur Af-Idah (933610113)
Choirotun Nikmah (933610213)
Moh. Nur Adam (933610913)
Prodi Akhlak Tasawuf
Jurusan Ushuluddin
Sekolah Tinggi Agama
Islam Negeri (STAIN) Kediri
2015
BAB
I
Pendahuluan
A.
Latar Belakang
Semakin banyaknya
permasalahan yang dialami oleh manusia modern, seperti prioritas kerja,
pertengkaran dalam rumah tangga, persaingan kerja, maupun yang lainnya.
Permasalahan seperti tersebut sering kali menjadikan seseorang berfikir di luar
akal sehat. Amarah, dengki, iri, malas, dan sebagainya akan mudah bersarang di
dalam hati yang kotor, akibatnya seseorang akan mudah mengalami gangguan psikis
maupun penyakit fisik. Gelapnya atau kotornya hati pada diri seseorang,
merupakan salah satu factor dari adanya penyakit pada diri seseorang. Kurangnya
hati untuk merasa dekat dengan Allah, akan membuat seseorang akan lebih merasa hampa,
tertekan, dan sebagainya. Tazkiyatun
nafs, merupakan istilah yang di dalam ilmu tasawuf dikenal sebagai bentuk
penyucian diri sehingga seseorang akan lebih dekat dengan Allah. Kedekatan
seseorang kepada Tuhannya dapat dijadikan parameter akan bagaimana kejiwaan
seseorang.
Dalam
hal ini Imam Ghozali membagi tiga tingkatan agar seseorang mampu memperoleh
kebersihan hati. Yakni adalah takhalli, tahalli, dan tajalli,[1] yang mana ketiga istilah tersebut sudah tidak asing lagi
dalam kajian ilmu tasawuf. Selanjutnya Imam Ghozali juga membagi maqamat atau
tangga untuk sampai kepada Allah menjadi taubat oleh Imam Ghozali diletakkan
pada maqam pertama, hal ini menunjukkan bagaimana seseorang tidak akan mampu
mencapai kebersihan hati untuk sampai kepada Allah sebelum seseorang melakukan
taubat. Taubat, bagaimana taubat mampu menjelaskan terhadap pemikiran manusia
modern terhadap kesembuhan suatu penyakit, tentu hal ini menjadi hal yang harus
kita perhatikan agar tasawuf dapat diterima oleh masyarakat modern.
Rumusan masalah:
1. Bagaimana
konsep tazkiyatun nafs Imam Ghozali?
2. Bagaimana
peran taubat terhadap penyakit spikosomatik?
3. Bagaimana
terapi taubat terhadap penderita spikosomatik?
BAB II
Pembahasan
1. Pengertian
Tazkiyatun Nafs
Secara etimologi, Tazkiyatun nafs berasal
dari kata “tazkiyat” dan “an-nafs”. Kata “tazkiyat”
berasal dari bahasa Arab yakni isim masdar dari “zaka” yang berarti
penyucian. Kata “an-nafs” adalah
jiwa, jiwa yang tidak dimaknai sebagai nafsu. Dengan demikian, secara
terminology, Tazkiyatun nafs bermakna sebagai penyucian jiwa.[2] Ada banyak konsep yang diutarakan oleh Al-Ghozali
mengenai makna tazkiyatun nafs, dalam setiap kitab yang ia tulis memberikan
pengertian yang berbeda. Tazkiyatun nafs merupakan proses penyucian jiwa ,
pengembalian jiwa pada fitrahnya, dan pengobatan jiwa-jiwa yang sakit agar
menjadi sehat kembali, melalui terapi-terapi sufistik.[3]
Selanjutnya, di dalam kitab Bidayat Al-hidayah, Al-Ghozali
mengatakan bahwa tazkiyatun nafs merupakan usaha menyucikan diri dari sifat
memuji diri sendiri. dasar dari pemikiran tazkiyatun nafs berasal dari
keyakinan para sufi bahwa jiwa manusia pada fitrahnya adalah suci. Disebabkan
oleh adanya pertentangan dengan badan, yang dalam hal ini dapat diartikan
sebagai keinginan nafsu, maka hal tersebut mengakibatkan jiwa tidak suci bahkan tidak lagi sehat. Dalam
hubungan dengan sifat-sifat jiwa yang ada dalam diri manusia, tazkiyatun nafs
menurut Al-Ghozali berarti pembersihan diri dari sifat kebuasan, kebinatangan,
dan setan yang kemudian mengisi dengan sifat-sifat ketuhanan.[4]
2. Bentuk Tazkiyatun Nafs
Bentuk
tazkiyatun nafs pada dasarnya ada dua macam, yaitu bentuk pembinaan akhlak dan
bentuk terapi jiwa.
a) Tazkiyatun
nafs sebagai pembinaan akhlak manusia
Menurut Al-Ghozali,
jiwa yang sehat bersumber dari akhlak terpuji. Sebaliknya, jiwa yang sakit
bersumber dari akhlak tercela. Sehingga dalam hal ini, kualitas jiwa seseorng
dapat dinilai dengan bagaimana penampilan akhlak seseorang. Akhlak yang
terpuji, dan dekat dengan Allah, akan menunjukkan sikap yang baik dan disenangi
oleh orang lain. Namun, akhlak yang buruk, dan jauh dari Allah, akan
menunjukkan bahwa dalam jiwanya ada gejolak penyakit jiwa yang meresahkan bagi
diri sendiri maupun orang. Dalam meningkatkan upaya untuk memperbaiki akhlak,
dibutuhkan metode yang tepat untuk mengubah dan meningkatkan akhlak. Metode
tersebut dinamakan riyadhat (latihan jiwa) dan mujahadat (kesungguhan). Akhlak
merupakan sifat dalam jiwa seseorang dengan mudah dapat menimbulkan suatu
perbuatan, tanpa melalui proses penalaran lebih dulu. Jika perbuatan itu baik,
hal tersebut menunjukkan bahwa akhlak tersebut terpuji, begitu pula sebaliknya.
b) Tazkiyatun
nafs dalam bentuk terapi jiwa
Argumentasi
Al-Ghozali terhadap terapi jiwa adalah bahwa jiwa dapat diobati sebagaimana
tubuh dapat diobati. Pengobatan penyakit jiwa dapat dilakukan dengan terlebih
dahulu dengan mendiagnosis jenis penyakit dan sebab-sebabnya. Al-Ghozali menegaskan bahwa ketaatan merupaka
obat, sedangkan kemaksiatan merupakan racun yang berpengaruh terhadap hati atau
jiwa.
Seseorang harus melakukan penyelidikan tentang penyebab
keburukan jiwanya, sehingga dengan mengetahui penyebabnya, akan memudahkan
penghapusan penyebab. Al-ghozali mengatakan,
“Ketahuilah bahwa semua
akhlak yang buruk disembuhkan dengan ilmu dan amal. Penyembuhan tiap penyakit (jiwa)
ialah dengan melawan penyebabnya. Oleh karena itu, kita harus meneliti dulu
sebab-sebabnya”[5]
Dari
pernyataan di atas, Al-Ghozali sangat menekankan bagaimana ilmu dan amal sangat
penting dalam penyembuhan jiwa. Ilmu dalam hal ini berfungsi untuk mengetahui
sebab dan akibat suatu penyakit jiwa. Selanjutnya, setelah mengetahui
penyebabnya, seseorang dapat menghilangkan penyebabnya, seseorang dapat
menghilangkan penyebabnya dan melakukan perbuatan (amal) yang dianggap sebagai
lawan dari sifat jelek yang muncul. Amal dilakukan harus berdasarkan syariat.
3. Taubat
Taubat secara etimologi berarti kembali,
yaitu kembali dari berbuat dosa dan dari maksiat menuju berbuat baik dan ketaatan, setelah
adanya kesadaran akan bahayanya perpuatan dosa. Menurut Imam ghozali, taubat
adalah pengertian yang tersusun dari tiga hal yaitu, ilmu, hal dan amal. Ilmu
dalam hal ini adalah mengetahui besarnya bahaya dosa dan keberadaanya sebagai
tabir penghalang antara hamba dan Yang dicintai. Setelah seseorang memiliki
pengetahuan, maka akan muncul hal atau pengalaman batin yakni rasa takut akan
dosa-dosanya. Taubat bagi Imam Ghozali merupakan tangga pertama yang harus
ditempuh seseorang dalam proses penyucian diri atau proses takhalli.
Taubat dalam pembahasan ini tidak hanya dimaknai
sebagai tangga yang harus dilewati oleh seorang penempuh jalan kepada Allah, akan
tetapi lebih dari itu, taubat ternyata mampu menjadi terapi bagi seseorang.
Bagaimana hal ini dapat terjadi, karena dengan melakukan taubat terhadap
dosa-dosa yang telah diperbuat sehingga dengan dosa tersebut seseorang yanga
sebelumnya mengalami stress, cemas, putus asa, akibat dari banyaknya masalah
yang dihadapi, akan lebih bisa menerima dengan bertaubat. Dengan taubat,
seorang sufi membersihkan dirinya dari perilaku yang menimbulkan dosa dan rasa
bersalah.[6]
Hal ini akan memberi pengaruh terhadap kejiwaan seseorang. Kedekatan seorang
individu dengan Tuhannya akan menunjukkan kadar psikologis yang berbeda.
Semakin seseorang jauh dari Allah, maka semakin besar pula kotoran yang
bersarang pada hati. Akibatnya peluang terjadi stress atau bahkan gangguan
kejiwaan akan semakin besar. Apabila jiwa tergoncang, pikiran menjadi tidak
stabil, dan akhirnya akan mempengaruhi fisik manusia dan dapat menimbulkan
penyakit yang disebut psikosomatik.
4.
Dasar terapi
Terapi tazkiyatun nafs didasarkan dari :
1) pemikiran Imam Ghozali yang mengatakan bahwa
jiwa dapat diobati sebagaimana tubuh.
2) pengetahuan bahwa Nabi adalah dokter bagi jiwa
3)
“sesungghuhnya beruntunglah orang-orang yang
menyucikan jiwanya itu dan merugilah orang-orang yang mengotorinya”[7]
5. Penyakit
psikosomatik
a. Pengertian
Secara etimologis, psikosomatik berasal dari kata psyche
dan soma. Dalam bahasa Yunani, psyche berarti jiwa dan soma
berarti badan/tubuh. [8]Sehingga
psikosomatik merupakan beberapa penyakit jasmani yang ditimbulkan oleh
kombinasi dari factor organis dan psikologi atau merupakan kegagalan system
saraf dan system fisik akibat adanya berbagai kecemasan, konflik, psikis, dan
gangguan mental. Paracelus, seorang ahli kimia mengatakan bahwa kekuatan batin
mempunyai pengaruh terhadap kesehatan seseorang. Sigmund Freud dengan para
rekannya telah membuktikan bahwa kelainan somatic dapat disebabkan oleh
kelainan psikis.
S.
Budihalim dan E. Mudjajid menjelaskan titik perhatian sehat tidak hanya pada
aspek fisis dan psikis, akan tetapi spiritual serta lingkungan merupakan hal
yang harus diperhatikan. WHO mengatakan bahwa seseornag dikatakan sehat
mencangkup sehat fisik, psikologis, social, dan spiritual.
b. Penyebab
gangguan psikosomatik
Stress merupakan
penyebab dari timbulnya penyakit psikosomatis. Selain itu factor yang
menimbulkan gangguan psikosomatis dibagi menjadi:
1) Fisik:
panas, dingin, bising, dll.
2) Social:
masalah keluarga, pekerjaan, politik, dll.
3) Psikis:
frustasi, cemas, dll.
Berbagai
tuntutan hidup menjadikan seseorang stress yang dapat membebani jiwa dan tubuh
manusia. Ketika stress telah tinggi, maka akan mengakibatkan gangguan fungsi
atau beberapa organ. Dapat dicontohkan dari penyakit yang disebabkan oleh
stress seperti pada kulit, yakni penyakit biduran. pada rambut dapat
mengakibatkan reaksi kerontokan dan uban.
c. Gejala-gejala
gangguan psikosomatik
Keluhan
yang sering kali dirasakan oleh penderita psikosomatis adalah seperti system
pernafasan, saluran cerna, dll. Hal tersebut sebagai manifestasi adanya ketidak
seimbangan system saraf seperti sakit kepala, pusing, serasa mabuk, banyak
berkeringat, jantung berdebar, sasak nafas, dll. Biasanya pasien sudah berulang
kali berobat, akan tetapi pasien merasa tidak adanya kesembuhan. Sehingga
pasien merasa bingung dan berputus asa.
d. Macam-macam
gangguan psikosomatik
1) Sakit
jantung
2) Hipertensi
(darah tinggi)
3) Gangguan
lambung
4) Sakit
kepala
5) Gangguan
pernafasan
6) Penyakit
kulit
7) Imsomnia
8) Diabetes
mallius (kencing manis)
6. Metode
taubat bagi penderita psikosomatik
Yang pertama kali dilakukan oleh penderita atau
untuk menghindari penyakit psikosomatik adalah bagaimana seseorang mampu
mengenali dirinya sendiri sebagai manusia, yakni menyadari dari mana dan akan
kemana diri seorang manusia. Pada dasarnya, tingkah laku manusia dipengaruhi
oleh pikiran. Sehingga seseorang harus menanamkan dalam dirinya bahwa penyakit
mental dapat disembuhkan. Setelah seseorang menyadari akan dirinya, selanjutnya
adalah seseorang harus merubah akhlaknya menjadi lebih baik secara bertahap. Selanjutnya,
metode yang digunakan dalam terapi taubat bagi penderita psikosomatik dalam
upaya merubah akhlak buruk sesuai dengan ungkapan Al-Ghazali adalah sebagai
berikut:
1) Metode
taat syariat
Metode
ini berupa pembenahan diri, membiasakan diri terhadap perilaku-perilaku terpuji
sesuai dengan syariat. Berusaha menjauhi hal-hal yang dilarang oleh syara’ dn
aturan-aturan yang berlaku di masyrakat.
2) Metode
pengembangan diri
Metode
ini didasari oleh bentuk kesadaran diri atas kelebihan dan kelemahan pribadi
yang kemudian melahirkan keinginan untuk mengurangi sifat buruk dan mengganti
dengan sifat yang baik. Pelaksanaannya dilakukan dengan cara pembiasaan diri.
3) Metode
kesufian
Pelatihan
disiplin diri ini dilakukan dengan dua jalur, yakni mujahadah, yang
berarti usaha penuh untuk menghilangkan segala hambatan pribadi. Selanjutnya
adalah dengan riyadhah, latihan
mendekatkan diri kepada Tuhan dengan meningkatkan kualitas ibadah.
Selanjutnya
adalah dalam terapi penyembuhan ini, juga dilakukan teknik perlawanan dan kebalikan.
Misalnya, sifat kikir harus diobati dengan suka member.
7. Langkah-langkah
terapi taubat
a. Proses
diagnosia penyakit
Proses kepada pasien yang menderita
penyakit psikosomatis dapat dilakukan dengan proses atau langkah-langkah
sebagai berikut. Menegakkan diagnosis pasien dengan gangguan psikomatik tidak
berbeda dengan menegakkan diagnosis penyakit lain pada umumnya, yaitu dengan
cara anamnesis (dengan cara interview), pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan
laboratorium atau pemeriksaan lainnya yang diperlukan. Pada teori taubat, yang
lebih diutamakan adalah anamnesis yang teliti dan mendalam, sedangkan
pemeriksaan laboratorium atau penunjang lainnya seyogyanya dilakukan oleh tim
dokter, psikiater, atau psikolog.
Pada umumnya, pasien dengan gangguan psikomatik
pergi ke dokter dengan keluhan-keluhan somatiknya. Jarang sekali
keluhan-keluhan psikis atau konfliknya dilakukan secara spontan. Keluhan psikis
yang menjadi stresornya baru muncul setelah dilakukan anamnesis yang baik dan
mendalam.
Pada teori taubat, mendiagnosis penyakit
pasien dengan cara anamnesis bertujuan memperoleh informasi tentang pasien,
berupa informasi aktual pasien yang berhubungan dengan permasalahannya.
Informasi ini menyangkut beberapa hal, diantaranya adanya keluhan yang disampaikan,
sejarah kesehatan mental, situasi kehidupannya sekarang, sejarah masalalunya,
latar belakang pendidikan dan pekerjaan, dan latar belakang social.Hubunga akan
berjalan dengan mudah bila tercipta hubungan baik antara pasien dengan terapis.
Dengan demikian , persoalan penyakit pasien menjadi transparan. Akibat yang
menguntungkan adalah mempermudah rencana penanganan atau tindakan selanjutnya.
Dalam proses anamnesis, wawancara harus
berjalan secara spontan. Biarkanlah penderita, bila ia mengambil inisiatif sendiri,
melanjutkan dan menghubungkan ceritanya. Terapis juga harus fleksibel (mudah
menyesuaikan diri), tidak kaku atau secara obsesif mengikuti suatu bagan. Ia
harus mengetahui apa yang perlu diperiksa sambil dalam pikirannya membuat
gambaran bagan pemeriksaan. Wawancarapun harus sesuai dengan keadaan dan
perasaan penderita.
Jangan
mengharapkan terlalu banyak dari wawanara pertama, tetapi pupuklah kepercayaan
secara perlahan-lahan. Jangan terlalu mendesak, sebab bila satu kali saja
penderita merasa dalam keadaan tertekan, sukar baginya untuk menceritakan
sesuatau dengan hati terbuka. Pertanyaan-pertanyaan harus disusun sedemikian
rupa sehingga penderita tidak salah paham atau menerimanya sebagai tuduhan.
Untuk mempertajam diagnosis pada
gangguan psikomatis, kenali dulu bahwa penderita memiliki ciri-ciri dan
kriteria klinis berikut.
1.
Tidak didapatkan kelainan psikiatris
(distorsi realita, waham, dan sebagainya).
2.
Keluhan yang timbul selalu berhubungan
dengan emosi tertentu.
3.
Keluhan berganti-ganti dari satu sistem
ke sistem yang lain.
4.
Ditemukan adanya ketidak seimbangan
vegetatif.
5.
Riwayat hidup pasien penuhdengan konflik
atau stress.
6.
Ada perasaan negatif (dongkol, cemas,
sedih, atau cemburu).
7.
Ada faktor predisposisi (biologis atau
perkembangan kejiwaan).
8.
Ada faktor presipitasi/pencetus (fisis
atau psikis).
Dalam mempertajam diagnosis klasifikasi penyebab
penyakit sangat berpengaruh pada gangguan terapi tobat. Al-Ghazali menyebutkan
delapan kategori yang termasuk perilaku merusak yang dapat mengakibatkan psikopatologi.
1.
Bahaya syahwat perut dan kelamin
(seperti memakan makanan syubhat atau haram dan berhubungan seksual yang
dilarang).
2.
Bahaya mulut (seperti mengolok-olok,
debat yang tidak berarti, dusta, adu domba, dan menceritkan kejelekan orang
lain).
3.
Bahaya
marah, iri , dan dengki.
4.
Bahaya cinta dunia.
5.
Bahaya cinta harta dan pelit.
6.
Bahaya angkuh dan pamer.
7.
Bahaya sombong dan membanggakan diri,
8.
Bahaya menipu.
Selanjutnya, Ibnu Qayim Al-Jauziyah
mengemukakan lima macam yang menyebabkan psikopatologi.
1.
Banyak campur tangan dalam ursan orang
lain, sehingga menyebabkan perselisihan dan perpecahan.
2.
Berangan-angan pada sesuatu yang tidak
mungkin terjadi, sehingga menimbulkan kemalasan dan bisikan jahat.
3.
Bergantung pada selain Allah, sehingga
dirinya tidak memiliki kebebasan dan kemerdekaan.
4.
Makan yang berlebihan, terlebih lagi
makanan haram, yang dapat menimbulkan kemalasan beribadah.
5.
Banyak tidur, sehingga kurang tafakur
dan tadakur, hanya menggemukkan badan dan menyia-nyiakan waktu.
Diagnosa dan terapi tidak hanya melalui
satu cara pengobatan, tetapi disesuaikan dengan penyakitnya serta kondisi,
usia, dan karakter penderita. Klasifikasi penderita bertujuan untuk
menyesuaikannya dengan tipe pengobatan dan tipe latihan, seperti jika penderita
penyakit jiwa tergolong awam tentang hukum syari’ah, langkah awal pengobatannya
adalah mengajarkan tatacara bersuci, shalat, dan ibadah-ibadah lainnya.
b.
Proses penyembuhan
Dalam proses penyembuhan bagi penderita psikomatik,
pendekatan terapi yang bersifat holistik sangat diperlukan. Proses penyembuhan
tidak hanya dilihat dari segi organik, psikologik, dan sosial, tetapi juga dari
segi keagamaan. Persoalan dan konflik batin si pasien dapat dilihat dari sudut
agama, dengan menerapkan dan mengamalkan ajaran agama dalam penyelesaiannya.
Seorang terapis melakukan penyembuhan pada penderita
psikosomatik yang sesuai dengan penyebabnya. Setelah diketahui penyebab
penyakitnya, terapis menentukan tipe pengobatannya. Gangguan psikosomatik yang
disebabkan oleh perilaku yang menyimpang dari norma agama, masyarakat, dan
negara sehingga menimbulkan perasaan berdosa pada jiwanya, dapat diobati dengan
menggunakan metode tobat.
Proses penyembuhan pada gangguan psikosomatik yang
disebabkan perasaan berdosa yang berlarut-larut adalah dengan langkah-langkah
berikut ini.
Pertama,
mencari perangai buruk (yang merupakan penyebab penyakit) yang terdapat pada
penderita. Dengan demikian, ia sadar akan akhlaknya yang tidak terpuji yang ada
pada dirinya. Kebanyakan orang tidak mengetahui kekurangan pada dirinya. Untuk
itu diperlukan ilmu dan amal. Ilmu (pengetahuan) disini menyangkut pemahaman
tentang sifat-sifat keburukan,
penyebabnya, dan akibat yang merugikan kehidupan dunia dan akhirat.
Pengetahuan juga mempunyai efek menimbulkan keinginan untuk melawan penyebab
tersebut dengan langkah-langkah amaliah. Amalan ini juga harus berlawanan
dengan perbuatan yang timbul dan sifat-sifat buruk itu. Amal yang dilakukan ini
harus berdasrkan syariat.
Kebutuhan jiwa dapat dipulihkan dengan menghancurkan
substansinya dan meghilangkan penyebabnya. Semua harus dihilangkan dengan
bantuan lawan-lawannya. Jika penyakit si penderita disebabkan oleh sibuk dengan
harta haram atau ahli maksiat, maka langkah awal pengobatannya dengan
menyuruhnya untuk meninggalkan yang haram atau maksiat itu.
Upaya itu memerlukan mujahadah (berjuang
sungguh-sungguh melawan hawa nafsu). Al-Qusyairi, seperti dikutip Amir
An-Najar, mengatakan, “sesungguhnya berjuang melawan hawa nafsu dan
mengendalikannya, adalah dengan memotong apa yang menjadi kebiasaannya, serta
mengarahkan jiwa untuk selalu menentang hawa nafsunya setiap waktu.
Setelah memotong substansi penyebab timbulnya penyakit
tersebut, bila ingin mengubah akhlaknya menjadi baik, ia harus mengubah
berbagai pikiran tentang dirinya kemudian mempraktikkan akhlak yang baik secara
bertahap sehingga menjadi kebiasaan. Akhlak yang baik dapat dicapai melalui riyadhah,
yaitu berusaha melatihnya sejak dini sehingga akhirnya menjadi kebiasaan nya.
Membiasakan diri dengan cara hidup yang sesuai dengan ajaran agama, bila
dilaksanakan secara konsisten dan persisten akan mendatangkan kebiasaan sifat
terpuji yang terungkap dalam kehidupan pribadi dan dalam kehidupan
bermasyarakat.
Jika seseorang telah menyadari dan mengetahui penyakit
jiwa yang telah menimpa dirinya sehingga menimbulkan persaan menyesal, langkah
berikutnya adalah menghilangkan dosa tersebut. Cara menghilangkan dosa dapat
dilakukan dengan menghentikan maksiat., menyesal atas perbuatan yang telah
dilakukannya, niaat sungguh-sungguh tidak melakukan perbuatan itu kembali.
Apabila dosanya berhubungan dengan manusia, ia perlu menyelesaikan urusannya
dengan orang yang berhak dengan cara meminta maaf atau mengembalikan apa yang
harus dikembalikan.
Menurut Malik Badri, pengakuan dosa awal dapat menjadi
dasar penyembuhan melalui aplikasi teknik-teknik terapi tingkah laku. Begitu
pentingnya aspek pertobatan, sehingga aspek kesadaran terhadap dosa ini tidak
ada artinya tanpa tobat. Hal ini karena tidak adanya pendorong menuju arah
penyembuhan penyakit jiwa hanya akan menambah dosa-dosa dan menambah beban
ketidak tenangan jiwa.
Hal yang paling penting dari pertobatan yang mengangkut
aspek psikologis manusia adalah keinginan manusia untuk tidak kembali pada
perilaku yang telah dilakukannya. Dalam aspek
pertobatan tersebut terkandung berbagai aspek perubahan sikap yang
terjadi pada kognitif, afektif yang mengarah pada aspek psikomotor. Hal ini
sejalan dengan pendapat Zakiah Darajat yang mengatakan bahwa jika kita ingin
mengubah mental seseorang, perlulah
terlebih dahulu kita pahami sikap mental orang itu dan selanjutnya kita
usahakan supaya ia mengerti pula akan diri dan sikapnya. Setelah itu, barulah
ia dibantu dalam usaha mencapai
kesehatan mentalnya.
Dalam mencapai kesehatan jiwa, metode mujahadah
(kesungguhan) dan riyadhah (latihan jiwa) dapat diterpkan. Kedua metode
ini bertujuan memperbaiki, menyempurnakan, dan memurnikan jiwa manusia. Mujahadah
adalah kesungguhan perjuangan melawan tarikan hawa nafsu dibawah
norma-norma syariat dan akal. Sebagai contoh ialah seseorang yang terbiasa
makan secara berlebihan, sehingga ia selalu memakan apa saja yang ia kehendaki
tanpa memperhatikan kesehatan lambungnya, mujahadah yang dilakukan adalah
dengan menahan sekuat mungkin agar ia
makan secara wajar. Adapun riyadhah yang dilakuka adalah membiasakannya
berpuasa untuk melatih menahan hawa nafsu makan secara berlebihan. Riyadhah
mempunya pengertian pembebanan diri dengan membiasakan suatu perbuatan baik,
yang pada fase awal merupakan beban yang sangat berat, namun pada fase akhir
menjadi sebuah karakter atau kebiasaan.
Langkah pengobatan selanjutnya adalah menjauhi
orang-orang yang bisa mendorong diri untuk berbuat maksiat, lalu memilih
orang-orang shaleh sebagai teman, yang dapat meluruskan perjalanan hidup si
pasien. Dengan demikian, setan tidak menemukan celah-celah kosong tempat
menyusup, yang dapat mengingatkan kembali pada kenangan masa lalu.
Langkah penyembuhan terakhir, yaitu dengan menjalankan
ajaran-ajaran agama yang telah ditinggalkannya, seperti shalay, zakat, puasa,
dan amalan lainnya. Kemudian hidupnya dipenuhi dengan zikir kepada Allah SWT.
Hal ini karena zikir merupakan penolong yang sangat penting bagi manusia untuk
melakukan hubungan dengan penciptanya. Dengan hubungan ini, manusia akan selalu
mempunyai rasa harap dalam kehidupan dan tidak putus asa dari rahmat-Nya, krena
Dia memiliki pemberian dan ampunan yang sangat tulus.
BAB III
Kesimpulan
Tazkiyatun nafs merupakan proses penyucian jiwa ,
pengembalian jiwa pada fitrahnya, dan pengobatan jiwa-jiwa yang sakit agar
menjadi sehat kembali, melalui terapi-terapi sufistik. Selanjutnya, di dalam
kitab Bidayat Al-hidayah, Al-Ghozali mengatakan bahwa tazkiyatun nafs merupakan
usaha menyucikan diri dari sifat memuji diri sendiri. dasar dari pemikiran
tazkiyatun nafs berasal dari keyakinan para sufi bahwa jiwa manusia pada
fitrahnya adalah suci. Bentuk-bentuk tazkiyatun : tazkiyatun nafs sebagai
pembinaan akhlak manusia, tazkiyatun sebagai bentuk terapi jiwa.
Taubat secara etimologi berarti kembali, yaitu
kembali dari berbuat dosa dan dari maksiat
menuju berbuat baik dan ketaatan, setelah adanya kesadaran akan
bahayanya perpuatan dosa. Menurut Imam ghozali, taubat adalah pengertian yang
tersusun dari tiga hal yaitu, ilmu, hal dan amal. Ilmu dalam hal ini adalah
mengetahui besarnya bahaya dosa dan keberadaanya sebagai tabir penghalang
antara hamba dan Yang dicintai.
Yang pertama kali dilakukan oleh penderita atau untuk
menghindari penyakit psikosomatik adalah bagaimana seseorang mampu mengenali
dirinya sendiri sebagai manusia, yakni menyadari dari mana dan akan kemana diri
seorang manusia. Pada dasarnya, tingkah laku manusia dipengaruhi oleh pikiran.
Sehingga seseorang harus menanamkan dalam dirinya bahwa penyakit mental dapat
disembuhkan. Metode yang di gunakan : metode taat syari’at, metode pengembangan
diri, metode kesufian.
DAFTAR PUSTAKA
Jaelani, A.F. 2001. Penyucian Jiwa
(Tazkiyat Al-Nafs) & Kesehatan Mental. Jakarta:
Amzah.
Solihin, M. 2003. Tasawuf Tematik Membedah Tema-tema Penting Tasawuf.
Bandung : Pustaka Setia.
Solihin, M. 2004. Terapi Sufistik:
Penyembuhan Penyakit Kejiwaan Prespektif Tasawuf. Bandung : Pustaka Setia.
[1]
Takhalli adalah upaya seseorang untuk menghilangkan sifat-sifat tercela
dari dalam diri. Tahalli adalah bagaimana seseorang berupaya untuk
membersihkan hati dengan akhlak-akhlak terpuji. Tajalli adalah
tersingkapnya tabir antara hamba dengan Allah.
[2] M.
Sholihin, Tasawuf Tematik (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2003), 130-131.
[3] M.
Sholihin, Terapi Sufistik (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2004), 175.
[4] A.
F. Jaelani. Penyucian Jiwa Dan Kesehatan Mental (Jakarta: Amzah, 2000),
56.
[5] M.
Sholihin, Tasawuf Tematik, 188.
[7]
QS. 91:9-10
[8] M.
Sholihin, Terapi Sufistik….,140.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar