Rabu, 09 Desember 2015

makalah



DIMENSI-DIMENSI KARAKTER YANG BAIK
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Pendidikan karakter”
Dosen Pengampu:
DR.MOHAMMAD ARIF, MA.



 










Disusun Oleh:
Ilma Khusnita     (9336 104 13)
PRODI AKHLAK DAN TASAWUF
JURUSAN USHULUDDIN DAN ILMU SOSIAL
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) KEDIRI
2014

      I.            Latar belakang
Description: F:\logo.pngKarakter merupakan sebuah modal utama bagi kemajuan individu maupun bangsa. Karena karakter dapat membentuk sifat atau ciri khas dari seseorang tersebut.
Pembangunan karakter pada diri individu itu sangat penting, kita harus belajar atau memahami tentang karakter-karakter yang baik dan buruk. Kita perlu memahami seperti apakah dan bagaimana dimensi karakter yang baik, agar kita mampu mempratekkannya dalam kehidupan sehari-hari. Begitu juga dengan sebaliknya, kita juga perlu tahu tentang karakter yang buruk, agar kita mampu untuk menghindarinya atau tidak melakukan tindakan tersebut. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas mengenai dimensi-dimensi karakter yang baik. Dengan rumusan masalah sebagai berikut :
a)      Bagaimanakah dimensi-dimensi karakter yang baik itu ?
b)      Apa saja komponen-komponen karakter baik itu ?
c)      Apakah lingkungan berpengaruh juga terhadap karakter seseorang ? jika ya, seperti apa pengaruhnya?

    II.            DIMENSI-DIMENSI KARAKTER YANG BAIK
Karakter adalah sebuah pola, baik itu pikiran, sikap, maupun tindakan, yang melekat pada diri seseorang dengan sangat kuat dan sulit dihilangkan.[1]Dalam Islam karakter disebut juga dengan istilah akhlak (budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat). Karakter disini tidak hanya menyangkut tentang karakter yang baik saja, tapi juga mencakup karakter yang buruk juga.[2]
Karakter tampak dalam kebiasaan (habitus), karena itu, seseorang dikatakan berkarakter baik manakala dalam kehidupan nyata sehari-hari memiliki tiga kebiasaan, yaitu : memikirkan hal yang baik (habits of mind), menginginkan hal yang baik (hbits of heart), dan melakukan hal yang baik (habits of action).
Isi (subtansi) dari karakter yang baik adalah kebjikan (virtue). Kebajikan adalah kecenderungan untuk melakukan tindakan yang baik menurut sudut pandang moral universal. Misalnya, memperlakukan seseorang secara adil, tindakan semacam itu seharusnya dilakukan oleh semua orang yang memiliki kualitas-kualitas yang secara objektif maupun secara intrinsik baik. Secara objektif baik maksudnya, bahw kualitas-kualitas itu di akui dan dijunjung tinggi oleh agama-agama dan masyarakat beradap disegenap penjuru dunia. Secara intrinsic baik, maksudnya kualitas-kualitas itu merupakan tuntutan dari hati nurani manusia beradab. Karena itu, kualitas-kualitas itu di anggap mengatasi ruang dan waktu. Ia berlaku dimanapun dan kapanpun (walaupun bentuk ekspresi kongkretnya bisa berbeda-beda antara daerah yang satu dengan lainnya, demikian pula antara zaman dulu, sekarang dan masa depan).
Sebagai contoh keadilan, kejujuran dan kerendahan hati adalah kebajikan. Sebab, secara objektif, ketiganya diakui sebagai hal yang baik oleh masyarakat beradab dan agama-agama disegenap penjuru dunia. Juga secara intrinsik, ketiganya diakui sebagai hal yang baik karena menjadi tuntutan hati nurani manusia beradab. Demikianlah, keadilan, kejujuran dan kerendahan hati diakui sebagai hal yang baik diberbagai penjuru dunia, pada zaman dulu, sekarang dan akan datang.[3]
Menurut Lickona, berbeda dari kriteria objektif dan intrinsic di atas, ada dua kebijakan fundamental yang dibutuhkan untuk membentuk karakter yang baik, yaitu rasa hormat dan tanggung jawab. Kedua kebajikan itu merupakan nilai moral fundamental yang harus di ajarkan dalam pendidikan karakter. Rasa hormat berarti mengungkapkan penghargaan terhadap seseorang atau sesuatu. Hal itu terwujud dalam tiga bentuk, yaitu rasa hormat terhadap diri sendiri, orang lain, dan segala bentuk kehidupan beserta dengan lingkungan yang mendukung keberlangsungannya. Demi rasa hormat, maka kita tidak boleh menyakiti orang lain. Jadi rasa hormat merupakan penunaian kewajiban mengenai hal yang tidak boleh dilakukan oleh seseorang (kewajiban negatif).
Sedangkan tanggung jawab adalah perluasan dari rasa hormat. Ia merupakan tindakan aktif untuk menanggapi secara positif kebutuhan pihak lain. Sebab, tidaklah mencukupi manakala orang hanya, misalnya, tidak menyakiti orang lain (sebagai ekspresi rasa hormat). Lebih positif dari itu, ia harus membantu orang lain. Jadi tanggung jawab merupakan pemenuhan kewajiban mengenai hal yang harus dilakukan oleh seseorang (kewajiban positif). Akhmad muhaimin dalam bukunya, urgensi pendidikan karakter di Indonesia, menyebutkan bahwa manusia yang bertanggung jawab adalah yang mempunyai sikap dan perilaku bisa melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana mestinya yang harus ia lakukan. Kemampuan seseorang untuk bertanggung jawab menjadikannya sebagai pribadi yang professional dan mempunyai kemuliaan. Sedangkan orang yang tidak bisa bertanggung jawab akan banyak menemui kegagalan dalam hidupnya, dijauhi oleh sesama, bahkan termasuk orang yang tergolong hina.[4]
Selain dua kebajikan fundamental tersebut, adapula kebijakan esensial yang dibutuhkan untuk membentuk karakter yang baik. Kesepuluh kebijakan esensial tersebut adalah : kebijaksanaan, keadilan, ketabahan, pengendalian diri, kasih, sikap positif, kerja keras, integritas,penuh syukur dan kerendahan hati.[5]
 III.            Komponen-komponen karakter yang baik
1)      Pengetahuan moral
Ada beragam pengetahuan moral yang dapat kita manfaatkan ketika kita berhadapan dengan tantangan-tantangan moral dalam hidup. Keenam aspek berikut ini merupakan aspek yang menonjol sebagai tujuan pendidikan karakter yang di inginkan.


a.       Kesadaran moral
Kegagalan moral yang sering terjadi pada diri manusia dalam semua tingkatan usia adalah kebutaan moral, kondisi dimana orang tak mampu melihat bahwa situasi yang sedang ia hadapi melibatkan masalah moral dan membutuhkan pertimbangan yang lebih jauh. Anak-anak dan remaja khususnya sangat rentan terhadap kegagalan seperti ini, bertindak tanpa mempertanyakan “apakah ini benar ?”
b.      Mengetahui nilai-nilai moral
Nilai moral seperti menghormati kehidupan dan kemerdekaan, bertanggung jawab terhadap orang lain, kejujuran, keadilan, toleransi, sopan santun, disiplin diri, integritas, kebaikan, belas kasihan, dan dorongan atau dukungan mendefinisikan seluruh cara tentang menjadi pribadi yang baik. Jika disatukan, seluruh factor ini akan menjadi warisan moral yang diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya. Literasi etika memerlukan pengetahuan akan nilai-nilai ini.
Mengetahui sebuah nilai berarti memahami bagaimana caranya menerapkan nilai yang bersangkutan dalam berbagai macam situasi.
c.        Pengambilan perspektif
Adalah kemampuan untuk mengambil sudut pandang orang lain, melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain.
Ini adalah prasyarat bagi pertimbangan moral : kita tidak dapat menghormati orang dengan baik dan bertindak dengan adil terhadap mereka jika kita tidak memahami mereka.
d.      Pemikiran moral
Pemikiran moral adalah memahami makna sebagai orang yang bermoral dan mengapa kita harus bermoral.
e.       Membuat keputusan
Adalah suatu upaya tentang apa yang harus dilakukan oleh seseorang jika ia dihadapkan pada suatu masalah terentu. Pendekatan pengambilan keputusan dengan cara mengajukan pertanyaan  “apa saja pilihanku”, “apa saja konsekuensinya” telah di ajarkan bahkan sejak usia pra TK.[6]
f.       Pengetahuan pribadi
Mengetahui diri sendiri merupakan jenis pengetahuan moral yang paling sulit untuk diperoleh, namun hal ini perlu bagi pengembangan karakter. Menjadi orang yang bermoral memerlukan keahlian untuk mengulas kelakuan kita sendiri dan mengevaluasi perilaku kita tersebut secara kritis.
2)      Perasaan moral
Sisi emosional karakter telah sangat terabaikan dalam pembahasan pendidikan moral, padahal sisi ini sangatlah penting. Hanya mengetahui apa yang benar bukan merupakan jaminan didalam melakukan hal tindakan yang baik. Seberapa besar pengaruh pengetahuan moral yang kita miliki terhadap perilaku moral kita. Apakah pengetahuan moral kita mampu menuntun kita untuk berperilaku yang baik atau tidak.[7]
Berikut ini merupakan aspek-aspek moral emosional yang akan memfokuskan kita untuk berusaha memberi pengajaran tentang karakter yang baik. Yaitu ;
a.       Hati nurani
Hati nurani memiliki dua sisi : sisi kognitif (menuntun kita dalam mengetahui yang benar) dan sisi emosional (menjadikan kita merasa untuk berkewajiban melakukan hal yang benar). Banyak orang yang melakukan hal yang benar, tetapi merasa tidak berkewajiban berbuat sesuai dengan pengetahuannya tersebut.
Disamping kewajiban moral, hati nurani yang matang juga mencakup kapasitas untuk memiliki rasa bersalah konstruktif. Artinya, ketika hti nurani kita berkata harus melakukannya/ wajib untuk mengambil sikap tertentu , maka jika kita tidak melakukannya kita akan merasa bersalah. Bagi orang yang berpegang pada hati nurani, moralitas merupakan hal penting. Ada komitmen untuk menegakkan nilai-nilai moral mereka karena moral tersebut mengakar kuat dalam diri mereka.
b.       Penghargaan diri
Jika kita mempunyai penghargaan diri yang sehat, kita akan dapat menghargai diri sendiri. Dan, jika kita menghargai diri sendiri, maka kita akan menghormati diri sendiri. Dengan demikian, kecil kemungkinan bagi kita untuk merusak tubuh atau pikiran atau membiarkan orang lain merusaknya.
Jika kita mampu memandang diri kita secara positif, kita cenderung akan memperlakukan orang lain secara positif  pula.
c.       Empati
Empati adalah kemampuan mengenali atau merasakan keadaan yang tengah di alami orang lain. Empati memungkinkan kita keluar dari kulit kita dan masuk ke kulit orang lain. Empati merupakan sisi emosional dari pengambilan perspektif. Terjadinya penurunan rasa empati terhadap orang lain ini berpengaruh juga terhadap semakin banyaknya tindak kejahatan saat ini. Hal ini karena orang yang melakukan tindak kejahatan sudah berkurang atau bahkan tidak punya rasa empati terhadap para korbannya. Kemampuan untuk berempati penting dimiliki oleh setiap pribadi. Dengan mempunyai empati seeorang akan bisa membangun kedekatan dengan orang lain, mempunyai tenggang rasa, ringan dalam memberikan pertolongan, atau melempangkan jalan kehidupan yang damai dan saling membantu antara satu dengan yang lain.[8]
d.      Mencintai kebaikan
Bentuk karakter yang tertinggi adalah mengikutsertakan sifat yang benar-benar tertarik pada hal yang baik, yang tidak dibuat-buat dan murni. Jika orang mencintai kebaikan maka mereka juga akan merasa senang melakukan kebaikan. Cinta akan melahirkan hasrat, bukan hanya kewajiban.
e.       Kontrol diri
Kontrol diri merupakan pekerti moral yang penting karena jika kita tidak mampu mengontrol diri kita maka emosi atau nafsu akan menguasai akal kita. Hanya dengan memperkuat control dirilah masalah-masalah seperti penyalahgunaan narkoba dan aktifitas seksual yang prematur dikalangan remaja dapat dikurangi secara signifikan.
f.       Kerendahan hati
Kerendahan hati merupakan pekerti moral yang sering di abaikan, padahal pekerti ini merupakan bagian penting dari karakter yang baik. Kerendahan hati adalah bagian pemahaman diri. Suatu bentuk keterbukaan murni terhadap kebenaran sekaligus kehendak untuk berbuat sesuatu demi memperbaiki kegagalan kita. Kerendahan hati juga membantu kita mengatasi kesombongan.[9]
Kerendahan hati juga merupakan pelindung terbaik dari perbuatan jahat. Ilmuan dan filosof Prancis Blaise Pascal melihat bahwa “Kejahatan tidak pernah dilakukan dengan sempurna atau dengan baik seperti ketika dilakukan dengan sepenuh hati.”
Hati nurani, penghargaan diri, empati, mencintai kebaikan, kontrol diri, dan kerendahan hati adalah komponen-komponen yang membentuk sisi emosional moral kita. Perasaan kita terhadap diri sendiri, orang lain dan hal-hal baik bila digabungkan dengan pengetahuan moral akan membentuk sumber motifasi moral kita, semua ini membantu kita untuk melintasi jembatan yang akan menyeberangkan kita dari sisi yang hanya sekedar tahu menuju sisi yang mampu melakukan sesuatu yang benar. Ada atau tidaknya perasaan moral pada diri seseorang menjelaskan banyak hal mengenai mengapa ada orang yang mempraktekkan prinsip-prinsip moral mereka da nada yang tidak. Inilah alas an mengapa pendidikan nilai yang hanya sampai pada tataran intelektual yang hanya menyentuh pikiran dan bukan perasaan (kehilangan bagian penting dari karakter).
3)      Tindakan moral
Tindakan moral adalah hasil dari dua bagian karakter lainnya. Jika seseorang memiliki kualitas moral intelektual dan emosional seperti yang dibahas di atas, maka mereka memiliki kemungkinan melakukan tindakan yang menurut pengetahuan dan perasaan mereka adalah tindakan yang benar. Namun terkadang orang bisa berada dalam keadaan dimana mereka mengetahui apa yang harus dilakukan, merasa harus melakukannya, tetapi masih belum bisa menterjemahkan perasaan dan pikiran tersebut dalam tindakan.  Untuk memahami sepenuhnya apa yang menggerakkan seseorang  sehingga mampu melakukan tindakan bermoral atau justru menghalanginya, kita perlu melihat lebih jauh dalam tiga aspek karakter lainnya, yaitu : kompetensi, kemauan dan kebiasaan.[10]
a.       Kompetensi
Kompetensi moral adalah kemampuan mengubah pertimbangan dan perasaan moral kedalam tindakan moral yang efektif. Untuk menyelesaikan sebuah konflik secara adil, kita membutuhkan keterampilan praktis seperti mendengarkan, mengkomunikasikan pandangan kita tanpa mencemarkan nama baik orang lain, dan melaksanakan solusi yang dapat diterima semua pihak.
Kompetensi juga berperan dalam situasi-situasi moral lainnya. Untuk membantu seseorang yang tengah dalam kesulitan, kita harus dapat memikirkan dan melaksanakan rencana yang sudah dibuat. Pelaksanaan rencana akan lebih mudah jika sebelumnya kita telah memiliki pengalaman menolong orang yang tengah menghadapi kesulitan.
b.      Kehendak
Dalam situasi-situasi moral tertentu , membuat pilihan moral biasanya  merupakan hal yang sulit. Menjadi baik seringkali menuntut orang memiliki kehendak untuk melakukan tindakan nyata, mobilisasi energy moral untuk melakukan apa yang menurut kita harus dilakukan.
Kehendak dibutuhkan untuk menjaga emosi agar tetap terkendali oleh akal. Kehendak juga dibutuhkan untuk dapat melihat dan memikirkan suatu keadaan melalui seluruh dimensi moral. Kehendak dibutuhkan untuk mendahulukan kewajiban, bukan kesenangan. Kehendak dibutuhkan untuk menahan godaan, dan kehendak merupakan inti dari keberanian moral.
c.       Kebiasaan
Dalam banyak situasi, kebiasaan merupakan faktor pembentuk perilaku moral. William Bennett mengatakan bahwa “orang-orang yang memiliki karakter yang baik bertindak dengan sungguh-sungguh, loyal, berani, berbudi, dan adil tanpa banyak tergoda oleh hal-hal sebaliknya.” Mereka bahkan seringkali menentukan “pilihan yang benar” secara tak sadar, mereka melakukan hal yang benar karena kebiasaan. [11]
 IV.            Karakter dan lingkungan moral
Karakter tidak berfungsi dalam ruang hampa, tapi karakter berfungsi dalam lingkungan social. Sering kali lingkungan tersebut menindas perhatian moral. Kadang-kadang karakter itu bersifat sedemikian rupa sehingga banyak orang atau bahkan sebagian besar orang merasa bodoh dengan melakukan hal yang bermoral.
Psikologi karakter untuk memahami bagaimana orang-orang secara moral merasa serba salah dan bagaimana membantu mereka untuk merasa tenang, harus memperhatikan dampak lingkungan. Demikian pula halnya dengan sekolah apabila sekolah ingin mengembangkan karakter. Sekolah harus menyediakan lingkungan moral yang menentukan nilai-nilai yang baik dan menyimpan dihadapan hati nurani setiap orang. Diperlukan waktu yang lama bagi sebuah nilai untuk menjadi sebuah kebaikan, untuk berkembang dari kesadaran intelektual semata menjadi kebiasaan pribadi prioritas yang berfungsi. Seluruh lingkungan sekolah, kebudayaan sekolah, harus mendukung pertumbuhan tersebut.[12

Kesimpulan

Karakter adalah sebuah pola, baik itu pikiran, sikap, maupun tindakan, yang melekat pada diri seseorang dengan sangat kuat dan sulit dihilangkan.
Karakter tampak dalam kebiasaan karena seseorang dapat dikatakan berkarakter baik jika dalam kehidupan nyatanya dia melakukan hal-hal yang baik pula. Komponen-komponen perbuatan baik itu ada tiga, yaitu : pengetahuan moral (meliputi : kesadaran moral, mengetahui nilai moral, penentuan perspektif, pengambilan keputusan, dan pengetahuan pribadi), perasaan moral (meliputi: hati nurani, harga diri, empati, mencintai hal yang baik, kendali diri, dan kerendahan hati), dan tindakan moral (meliputi : kompetensi, keinginan dan kebiasaan).
Dalam membentuk karakter seseorang, lingkungan social juga sangat berpengaruh terhadap uapaya pembentukan karakter tersebut.













DAFTAR PUSTAKA
·         Saptono ,2011, Dimensi-Dimensi pendidikan karakter, Salatiga : penerbit Erlangga
·         Lickona, Thomas. 2012. Educating for character, mendidik untuk membentuk karakter. Jakarta : PT Bumi Aksara
·         Munir, Abdulloh.2010. pendidikan karakter, pembangunan karakter anak  sejak dari rumah. Yogyakarta : PT Bintang pustaka abadi.
·         Muhaimin, Akhmad. 2011, Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia, Jogjakarta : Ar-ruzza Media.


[1] Abdulloh munir. 2010. Pendidikan karakter, membangun pendidikan anak sejak dari rumah. Yogyakarta: PT Bintang pustaka abadi.hlm. 3.
[2] Mustafa.2010. Akhlak Tasawuf.Bandung : Pustaka Setia
[3] Saptono. 2011. Dimensi-dimensi pendidikan karakter. Salatiga: penerbit erlangga. Hlm. 20.
[4] Akhmad Muhaimin, 2011, urgensi pendidikan karakter di Indonesia, Jogjakarta: Ar-ruzz media. Hlm. 89.
[5] Saptono, Dimensi-dimensi pendidikan karakter. Hlm. 20.
[6] Thomas Lickona.2012. EDUCATING FOR CHARACTER (mendidik untuk membentuk karakter), Jakarta : bumi aksara. Hlm.85.

[7] Ibid. hal.90.
[8] Akhmad Muhaimin, Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia. Hal.46.
[9] Thomas Lickona, EDUCATING FOR CHARACTER (mendidik untuk membentuk karakter). Hal. 97.
[10] Ibid. hal. 98
[11] Ibid. hal. 100.
[12]Ibid. hal. 100.

1 komentar:

  1. Casino Night - MapyRO
    Casino 제주 출장마사지 Night offers fun, safety, 경산 출장마사지 and fun times to gaming and leisure travelers, in the state capital and 바카라 사이트 가입 쿠폰 the city 오산 출장마사지 of Tunica, and one casino 안동 출장안마 is

    BalasHapus