DIMENSI-DIMENSI KARAKTER YANG BAIK
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah
“Pendidikan karakter”
Dosen Pengampu:
DR.MOHAMMAD ARIF, MA.
Disusun Oleh:
Ilma Khusnita (9336 104 13)
PRODI AKHLAK DAN TASAWUF
JURUSAN USHULUDDIN DAN ILMU SOSIAL
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) KEDIRI
2014
I.
Latar
belakang
Karakter
merupakan sebuah modal utama bagi kemajuan individu maupun bangsa. Karena
karakter dapat membentuk sifat atau ciri khas dari seseorang tersebut.
Pembangunan
karakter pada diri individu itu sangat penting, kita harus belajar atau
memahami tentang karakter-karakter yang baik dan buruk. Kita perlu memahami
seperti apakah dan bagaimana dimensi karakter yang baik, agar kita mampu
mempratekkannya dalam kehidupan sehari-hari. Begitu juga dengan sebaliknya,
kita juga perlu tahu tentang karakter yang buruk, agar kita mampu untuk
menghindarinya atau tidak melakukan tindakan tersebut. Oleh karena itu, dalam
makalah ini akan dibahas mengenai dimensi-dimensi karakter yang baik. Dengan
rumusan masalah sebagai berikut :
a)
Bagaimanakah dimensi-dimensi karakter
yang baik itu ?
b)
Apa saja komponen-komponen karakter baik
itu ?
c)
Apakah lingkungan berpengaruh juga
terhadap karakter seseorang ? jika ya, seperti apa pengaruhnya?
II.
DIMENSI-DIMENSI
KARAKTER YANG BAIK
Karakter adalah sebuah pola, baik itu
pikiran, sikap, maupun tindakan, yang melekat pada diri seseorang dengan sangat
kuat dan sulit dihilangkan.[1]Dalam
Islam karakter disebut juga dengan istilah akhlak (budi pekerti, perangai,
tingkah laku atau tabiat). Karakter disini tidak hanya menyangkut tentang
karakter yang baik saja, tapi juga mencakup karakter yang buruk juga.[2]
Karakter tampak dalam kebiasaan (habitus),
karena itu, seseorang dikatakan berkarakter baik manakala dalam kehidupan nyata
sehari-hari memiliki tiga kebiasaan, yaitu : memikirkan hal yang baik (habits of mind), menginginkan hal yang
baik (hbits of heart), dan melakukan
hal yang baik (habits of action).
Isi (subtansi) dari karakter yang baik adalah
kebjikan (virtue). Kebajikan adalah
kecenderungan untuk melakukan tindakan yang baik menurut sudut pandang moral
universal. Misalnya, memperlakukan seseorang secara adil, tindakan semacam itu
seharusnya dilakukan oleh semua orang yang memiliki kualitas-kualitas yang
secara objektif maupun secara intrinsik baik. Secara objektif baik maksudnya,
bahw kualitas-kualitas itu di akui dan dijunjung tinggi oleh agama-agama dan
masyarakat beradap disegenap penjuru dunia. Secara intrinsic baik, maksudnya
kualitas-kualitas itu merupakan tuntutan dari hati nurani manusia beradab.
Karena itu, kualitas-kualitas itu di anggap mengatasi ruang dan waktu. Ia
berlaku dimanapun dan kapanpun (walaupun bentuk ekspresi kongkretnya bisa
berbeda-beda antara daerah yang satu dengan lainnya, demikian pula antara zaman
dulu, sekarang dan masa depan).
Sebagai contoh keadilan, kejujuran dan
kerendahan hati adalah kebajikan. Sebab, secara objektif, ketiganya diakui
sebagai hal yang baik oleh masyarakat beradab dan agama-agama disegenap penjuru
dunia. Juga secara intrinsik, ketiganya diakui sebagai hal yang baik karena
menjadi tuntutan hati nurani manusia beradab. Demikianlah, keadilan, kejujuran
dan kerendahan hati diakui sebagai hal yang baik diberbagai penjuru dunia, pada
zaman dulu, sekarang dan akan datang.[3]
Menurut Lickona, berbeda dari kriteria
objektif dan intrinsic di atas, ada dua kebijakan fundamental yang dibutuhkan
untuk membentuk karakter yang baik, yaitu rasa hormat dan tanggung jawab. Kedua
kebajikan itu merupakan nilai moral fundamental yang harus di ajarkan dalam
pendidikan karakter. Rasa hormat berarti mengungkapkan penghargaan terhadap
seseorang atau sesuatu. Hal itu terwujud dalam tiga bentuk, yaitu rasa hormat
terhadap diri sendiri, orang lain, dan segala bentuk kehidupan beserta dengan
lingkungan yang mendukung keberlangsungannya. Demi rasa hormat, maka kita tidak
boleh menyakiti orang lain. Jadi rasa hormat merupakan penunaian kewajiban
mengenai hal yang tidak boleh dilakukan oleh seseorang (kewajiban negatif).
Sedangkan tanggung jawab adalah perluasan
dari rasa hormat. Ia merupakan tindakan aktif untuk menanggapi secara positif
kebutuhan pihak lain. Sebab, tidaklah mencukupi manakala orang hanya, misalnya,
tidak menyakiti orang lain (sebagai ekspresi rasa hormat). Lebih positif dari
itu, ia harus membantu orang lain. Jadi tanggung jawab merupakan pemenuhan
kewajiban mengenai hal yang harus dilakukan oleh seseorang (kewajiban positif).
Akhmad muhaimin dalam bukunya, urgensi pendidikan karakter di Indonesia,
menyebutkan bahwa manusia yang bertanggung jawab adalah yang mempunyai sikap
dan perilaku bisa melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana mestinya yang
harus ia lakukan. Kemampuan seseorang untuk bertanggung jawab menjadikannya
sebagai pribadi yang professional dan mempunyai kemuliaan. Sedangkan orang yang
tidak bisa bertanggung jawab akan banyak menemui kegagalan dalam hidupnya,
dijauhi oleh sesama, bahkan termasuk orang yang tergolong hina.[4]
Selain dua kebajikan fundamental tersebut,
adapula kebijakan esensial yang dibutuhkan untuk membentuk karakter yang baik.
Kesepuluh kebijakan esensial tersebut adalah : kebijaksanaan, keadilan,
ketabahan, pengendalian diri, kasih, sikap positif, kerja keras, integritas,penuh
syukur dan kerendahan hati.[5]
III.
Komponen-komponen karakter yang baik
1)
Pengetahuan
moral
Ada beragam pengetahuan moral yang dapat kita
manfaatkan ketika kita berhadapan dengan tantangan-tantangan moral dalam hidup.
Keenam aspek berikut ini merupakan aspek yang menonjol sebagai tujuan
pendidikan karakter yang di inginkan.
a.
Kesadaran
moral
Kegagalan moral yang sering terjadi pada diri manusia dalam semua
tingkatan usia adalah kebutaan moral, kondisi dimana orang tak mampu melihat
bahwa situasi yang sedang ia hadapi melibatkan masalah moral dan membutuhkan
pertimbangan yang lebih jauh. Anak-anak dan remaja khususnya sangat rentan
terhadap kegagalan seperti ini, bertindak tanpa mempertanyakan “apakah ini
benar ?”
b.
Mengetahui
nilai-nilai moral
Nilai moral seperti menghormati kehidupan dan kemerdekaan, bertanggung
jawab terhadap orang lain, kejujuran, keadilan, toleransi, sopan santun,
disiplin diri, integritas, kebaikan, belas kasihan, dan dorongan atau dukungan
mendefinisikan seluruh cara tentang menjadi pribadi yang baik. Jika disatukan,
seluruh factor ini akan menjadi warisan moral yang diturunkan dari generasi ke
generasi berikutnya. Literasi etika memerlukan pengetahuan akan nilai-nilai
ini.
Mengetahui sebuah nilai berarti memahami bagaimana caranya menerapkan
nilai yang bersangkutan dalam berbagai macam situasi.
c.
Pengambilan perspektif
Adalah kemampuan untuk mengambil sudut pandang orang lain, melihat
sesuatu dari sudut pandang orang lain.
Ini adalah prasyarat bagi pertimbangan moral : kita tidak dapat
menghormati orang dengan baik dan bertindak dengan adil terhadap mereka jika
kita tidak memahami mereka.
d.
Pemikiran
moral
Pemikiran moral adalah memahami makna sebagai orang yang bermoral dan
mengapa kita harus bermoral.
e.
Membuat
keputusan
Adalah suatu upaya tentang apa yang harus dilakukan oleh seseorang jika
ia dihadapkan pada suatu masalah terentu. Pendekatan pengambilan keputusan
dengan cara mengajukan pertanyaan “apa
saja pilihanku”, “apa saja konsekuensinya” telah di ajarkan bahkan sejak usia
pra TK.[6]
f.
Pengetahuan
pribadi
Mengetahui diri sendiri merupakan jenis pengetahuan moral yang paling
sulit untuk diperoleh, namun hal ini perlu bagi pengembangan karakter. Menjadi
orang yang bermoral memerlukan keahlian untuk mengulas kelakuan kita sendiri
dan mengevaluasi perilaku kita tersebut secara kritis.
2)
Perasaan
moral
Sisi emosional karakter telah sangat
terabaikan dalam pembahasan pendidikan moral, padahal sisi ini sangatlah
penting. Hanya mengetahui apa yang benar bukan merupakan jaminan didalam
melakukan hal tindakan yang baik. Seberapa besar pengaruh pengetahuan moral
yang kita miliki terhadap perilaku moral kita. Apakah pengetahuan moral kita
mampu menuntun kita untuk berperilaku yang baik atau tidak.[7]
Berikut ini merupakan aspek-aspek moral emosional
yang akan memfokuskan kita untuk berusaha memberi pengajaran tentang karakter
yang baik. Yaitu ;
a.
Hati
nurani
Hati nurani memiliki dua sisi : sisi kognitif (menuntun kita dalam
mengetahui yang benar) dan sisi emosional (menjadikan kita merasa untuk
berkewajiban melakukan hal yang benar). Banyak orang yang melakukan hal yang
benar, tetapi merasa tidak berkewajiban berbuat sesuai dengan pengetahuannya
tersebut.
Disamping kewajiban moral, hati nurani yang matang juga mencakup
kapasitas untuk memiliki rasa bersalah konstruktif. Artinya, ketika hti nurani
kita berkata harus melakukannya/ wajib untuk mengambil sikap tertentu , maka
jika kita tidak melakukannya kita akan merasa bersalah. Bagi orang yang
berpegang pada hati nurani, moralitas merupakan hal penting. Ada komitmen untuk
menegakkan nilai-nilai moral mereka karena moral tersebut mengakar kuat dalam
diri mereka.
b.
Penghargaan diri
Jika kita mempunyai penghargaan diri yang sehat, kita akan dapat
menghargai diri sendiri. Dan, jika kita menghargai diri sendiri, maka kita akan
menghormati diri sendiri. Dengan demikian, kecil kemungkinan bagi kita untuk
merusak tubuh atau pikiran atau membiarkan orang lain merusaknya.
Jika kita mampu memandang diri kita secara positif, kita cenderung akan
memperlakukan orang lain secara positif pula.
c.
Empati
Empati adalah kemampuan mengenali atau merasakan keadaan yang tengah di
alami orang lain. Empati memungkinkan kita keluar dari kulit kita dan masuk ke
kulit orang lain. Empati merupakan sisi emosional dari pengambilan perspektif.
Terjadinya penurunan rasa empati terhadap orang lain ini berpengaruh juga
terhadap semakin banyaknya tindak kejahatan saat ini. Hal ini karena orang yang
melakukan tindak kejahatan sudah berkurang atau bahkan tidak punya rasa empati
terhadap para korbannya. Kemampuan untuk berempati penting dimiliki oleh setiap
pribadi. Dengan mempunyai empati seeorang akan bisa membangun kedekatan dengan
orang lain, mempunyai tenggang rasa, ringan dalam memberikan pertolongan, atau
melempangkan jalan kehidupan yang damai dan saling membantu antara satu dengan
yang lain.[8]
d.
Mencintai
kebaikan
Bentuk karakter yang tertinggi adalah mengikutsertakan sifat yang
benar-benar tertarik pada hal yang baik, yang tidak dibuat-buat dan murni. Jika
orang mencintai kebaikan maka mereka juga akan merasa senang melakukan
kebaikan. Cinta akan melahirkan hasrat, bukan hanya kewajiban.
e.
Kontrol
diri
Kontrol diri merupakan pekerti moral yang penting karena jika kita tidak
mampu mengontrol diri kita maka emosi atau nafsu akan menguasai akal kita.
Hanya dengan memperkuat control dirilah masalah-masalah seperti penyalahgunaan
narkoba dan aktifitas seksual yang prematur dikalangan remaja dapat dikurangi
secara signifikan.
f.
Kerendahan
hati
Kerendahan hati merupakan pekerti moral yang sering di abaikan, padahal
pekerti ini merupakan bagian penting dari karakter yang baik. Kerendahan hati
adalah bagian pemahaman diri. Suatu bentuk keterbukaan murni terhadap kebenaran
sekaligus kehendak untuk berbuat sesuatu demi memperbaiki kegagalan kita.
Kerendahan hati juga membantu kita mengatasi kesombongan.[9]
Kerendahan hati juga merupakan pelindung terbaik dari perbuatan jahat.
Ilmuan dan filosof Prancis Blaise Pascal melihat bahwa “Kejahatan tidak pernah
dilakukan dengan sempurna atau dengan baik seperti ketika dilakukan dengan
sepenuh hati.”
Hati nurani, penghargaan diri, empati, mencintai kebaikan, kontrol diri,
dan kerendahan hati adalah komponen-komponen yang membentuk sisi emosional
moral kita. Perasaan kita terhadap diri sendiri, orang lain dan hal-hal baik
bila digabungkan dengan pengetahuan moral akan membentuk sumber motifasi moral
kita, semua ini membantu kita untuk melintasi jembatan yang akan menyeberangkan
kita dari sisi yang hanya sekedar tahu menuju sisi yang mampu melakukan sesuatu
yang benar. Ada atau tidaknya perasaan moral pada diri seseorang menjelaskan
banyak hal mengenai mengapa ada orang yang mempraktekkan prinsip-prinsip moral
mereka da nada yang tidak. Inilah alas an mengapa pendidikan nilai yang hanya
sampai pada tataran intelektual yang hanya menyentuh pikiran dan bukan perasaan
(kehilangan bagian penting dari karakter).
3)
Tindakan
moral
Tindakan moral adalah hasil dari dua bagian
karakter lainnya. Jika seseorang memiliki kualitas moral intelektual dan
emosional seperti yang dibahas di atas, maka mereka memiliki kemungkinan
melakukan tindakan yang menurut pengetahuan dan perasaan mereka adalah tindakan
yang benar. Namun terkadang orang bisa berada dalam keadaan dimana mereka
mengetahui apa yang harus dilakukan, merasa harus melakukannya, tetapi masih
belum bisa menterjemahkan perasaan dan pikiran tersebut dalam tindakan. Untuk memahami sepenuhnya apa yang
menggerakkan seseorang sehingga mampu
melakukan tindakan bermoral atau justru menghalanginya, kita perlu melihat
lebih jauh dalam tiga aspek karakter lainnya, yaitu : kompetensi, kemauan dan
kebiasaan.[10]
a.
Kompetensi
Kompetensi moral adalah kemampuan mengubah pertimbangan dan perasaan
moral kedalam tindakan moral yang efektif. Untuk menyelesaikan sebuah konflik
secara adil, kita membutuhkan keterampilan praktis seperti mendengarkan,
mengkomunikasikan pandangan kita tanpa mencemarkan nama baik orang lain, dan
melaksanakan solusi yang dapat diterima semua pihak.
Kompetensi juga berperan dalam situasi-situasi moral lainnya. Untuk
membantu seseorang yang tengah dalam kesulitan, kita harus dapat memikirkan dan
melaksanakan rencana yang sudah dibuat. Pelaksanaan rencana akan lebih mudah
jika sebelumnya kita telah memiliki pengalaman menolong orang yang tengah
menghadapi kesulitan.
b.
Kehendak
Dalam situasi-situasi moral tertentu , membuat pilihan moral
biasanya merupakan hal yang sulit.
Menjadi baik seringkali menuntut orang memiliki kehendak untuk melakukan
tindakan nyata, mobilisasi energy moral untuk melakukan apa yang menurut kita
harus dilakukan.
Kehendak dibutuhkan untuk menjaga emosi agar tetap terkendali oleh akal.
Kehendak juga dibutuhkan untuk dapat melihat dan memikirkan suatu keadaan
melalui seluruh dimensi moral. Kehendak dibutuhkan untuk mendahulukan kewajiban,
bukan kesenangan. Kehendak dibutuhkan untuk menahan godaan, dan kehendak
merupakan inti dari keberanian moral.
c.
Kebiasaan
Dalam banyak situasi, kebiasaan merupakan faktor pembentuk perilaku
moral. William Bennett mengatakan bahwa “orang-orang yang memiliki karakter
yang baik bertindak dengan sungguh-sungguh, loyal, berani, berbudi, dan adil
tanpa banyak tergoda oleh hal-hal sebaliknya.” Mereka bahkan seringkali
menentukan “pilihan yang benar” secara tak sadar, mereka melakukan hal yang
benar karena kebiasaan. [11]
IV.
Karakter dan lingkungan moral
Karakter
tidak berfungsi dalam ruang hampa, tapi karakter berfungsi dalam lingkungan
social. Sering kali lingkungan tersebut menindas perhatian moral. Kadang-kadang
karakter itu bersifat sedemikian rupa sehingga banyak orang atau bahkan
sebagian besar orang merasa bodoh dengan melakukan hal yang bermoral.
Psikologi
karakter untuk memahami bagaimana orang-orang secara moral merasa serba salah
dan bagaimana membantu mereka untuk merasa tenang, harus memperhatikan dampak
lingkungan. Demikian pula halnya dengan sekolah apabila sekolah ingin
mengembangkan karakter. Sekolah harus menyediakan lingkungan moral yang
menentukan nilai-nilai yang baik dan menyimpan dihadapan hati nurani setiap
orang. Diperlukan waktu yang lama bagi sebuah nilai untuk menjadi sebuah kebaikan,
untuk berkembang dari kesadaran intelektual semata menjadi kebiasaan pribadi
prioritas yang berfungsi. Seluruh lingkungan sekolah, kebudayaan sekolah, harus
mendukung pertumbuhan tersebut.[12
Kesimpulan
Karakter
adalah sebuah pola, baik itu pikiran, sikap, maupun tindakan, yang melekat pada
diri seseorang dengan sangat kuat dan sulit dihilangkan.
Karakter
tampak dalam kebiasaan karena seseorang dapat dikatakan berkarakter baik jika
dalam kehidupan nyatanya dia melakukan hal-hal yang baik pula.
Komponen-komponen perbuatan baik itu ada tiga, yaitu : pengetahuan moral
(meliputi : kesadaran moral, mengetahui nilai moral, penentuan perspektif,
pengambilan keputusan, dan pengetahuan pribadi), perasaan moral (meliputi: hati
nurani, harga diri, empati, mencintai hal yang baik, kendali diri, dan
kerendahan hati), dan tindakan moral (meliputi : kompetensi, keinginan dan
kebiasaan).
Dalam
membentuk karakter seseorang, lingkungan social juga sangat berpengaruh
terhadap uapaya pembentukan karakter tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
·
Saptono
,2011, Dimensi-Dimensi pendidikan
karakter, Salatiga : penerbit Erlangga
·
Lickona,
Thomas. 2012. Educating for character,
mendidik untuk membentuk karakter. Jakarta : PT Bumi Aksara
·
Munir,
Abdulloh.2010. pendidikan karakter,
pembangunan karakter anak sejak dari
rumah. Yogyakarta : PT Bintang pustaka abadi.
·
Muhaimin,
Akhmad. 2011, Urgensi Pendidikan Karakter
di Indonesia, Jogjakarta : Ar-ruzza Media.
[1]
Abdulloh munir. 2010. Pendidikan karakter, membangun pendidikan anak sejak dari
rumah. Yogyakarta: PT Bintang pustaka abadi.hlm. 3.
[2]
Mustafa.2010. Akhlak Tasawuf.Bandung : Pustaka Setia
[3]
Saptono. 2011. Dimensi-dimensi pendidikan karakter. Salatiga: penerbit
erlangga. Hlm. 20.
[4]
Akhmad Muhaimin, 2011, urgensi pendidikan
karakter di Indonesia, Jogjakarta: Ar-ruzz media. Hlm. 89.
[5]
Saptono, Dimensi-dimensi pendidikan karakter. Hlm. 20.
[6]
Thomas Lickona.2012. EDUCATING FOR CHARACTER (mendidik untuk membentuk
karakter), Jakarta : bumi aksara. Hlm.85.
[7]
Ibid. hal.90.
[8]
Akhmad Muhaimin, Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia. Hal.46.
[9]
Thomas Lickona, EDUCATING FOR CHARACTER
(mendidik untuk membentuk karakter). Hal. 97.
[10]
Ibid. hal. 98
[11]
Ibid. hal. 100.
[12]Ibid.
hal. 100.
Casino Night - MapyRO
BalasHapusCasino 제주 출장마사지 Night offers fun, safety, 경산 출장마사지 and fun times to gaming and leisure travelers, in the state capital and 바카라 사이트 가입 쿠폰 the city 오산 출장마사지 of Tunica, and one casino 안동 출장안마 is