TERAPI TAWAKAL IBNU QAYYIM AL-JAUZI
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah :
“Psikoterapi”
Dosen
Pengampu :
Nur Aziz
Afandi, M,Psi
Di susun oleh :
Mochammad Asom (933
610 713)
Nikmatur Rohmah (933
611 013)
Siti Naylurrohmah (933
611 213)
Nur Izzah I.B. (933
600 113)
PRODI AKHLAK
TASAWUF
JURUSAN
USHULUDDIN DAN ILMU SOSIAL
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KEDIRI
201
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Tawakal merupakan salah satu cabang iman yang pokok dan menempati kedudukan
tertinggi yang diraih oleh para rabbani. Al-Qur’an senantiasa mendorong
pelakunya dengan berbagai macam cara serta bentuk yang beragam. Demikian juga
dalam Hadits, dimana Rasulullah menjadi figure atau tauladan yang selalu
bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya.
Inti dari tawakal sejatinya ialah seni mengolah jiwa agar selalu terpaut
dengan Tuhan, dimanapun, kapanpun, dan dalam kondisi apapun, saat senang maupun
susah, ketika berhasil ataupun gagal, dan ketika menang ataupun kalah. Tujuannya
ialah agar emosi kita stabil, iman bertambah, dan keyakinan semakin lurus dan
istiqomah.
Menyadari keberhasilan yang diraih, keuntungan yang di dapat, atau
kemenangan yang diperoleh, terjadi hanya keran Allah SWT. Bukan berkat
kecerdasan otak dan kegeniusan pikiran kita sendiri. Kenyataan inilah yang jarang
disadari oelh manusia. Akibatnya, banyak orang yang terjebak didalamnya, bahkan
terjerumus kedalam perbuatan maksiat ketika mereka meraih kemenangan atau
keuntungan. Sebaliknya, banyak orang terpuruk dalam kekalahan atau kerugian
lalu kehilangan akal sehatnya.
B. Rumusan
masalah
1. Bagaimana
biografi dari Ibnu Qayyim Al-Jauzi?
2. Apakah
setiap penyakit ada obatnya?
3. Bagaimana
Hakikat Penyakit Hati?
4. Bagaimana
tanda-tanda hati?
5. Bagaimana
terapi dan pengobatanmenurut Ibnu Qayyim al-Jauziyah?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Biografi
Ibnu Qayyim AL-Jauzi[1]
Nama lengkapnya adalah Imam Abdurrahman
bin Abul Hasan Ali bin Muhammad bin Abdullah Al-Qurasyi. Ia dikenal dengan nama
kakeknya Ibnul Jauzi di Jauzah, yang rumahnya terletak di tengah-tengah daerah
ini. Ibnul Jauzi dilahirkan pada tahun 510 H. Ayahnya meninggal pada saat ia
berumur tiga tahun kemudian diasuh dan dididik oleh bibinya.
Ketika ia menginjak dewasa, bibinya
membawanya kepada Hafidz Ibnu Nashir. Ibnu Nashir sangat memperhatikannya dan
banyak memberikan ilmu kepadanya, sehingga ia berhasil mencapai pengetahuan
dalam memberikan nasehat pada pencapaian yang belum pernah diraih oleh orang
lain sebelumnya, sehingga dikatakan bahwa beberapa perkumpulannya (majelis)
dihadiri oleh sekitar seratus ribu orang.
Ibnul Jauzi menulis 2.000 jilid buku
dengan tulisan tangannya; kemudian orang yang bertaubat di tangannya mencapai
100.000; dan orang yang masuk Islam di tangannya mencapai 20.000.
Dalam satu minggu, ia menyelesaikan satu
pekerjaan menamatkan satu kali bacaan Al-Qur’an dan tidak pernah keluar untuk
pergi ke masjid atau majelis. Karya-karyanya yang terkenal mencapai lebih dari
250 buah.
Ibnul Jauzi berpenampilan lembut,
memiliki perangai yang manis, suara merdu, gaya dan suara yang serasi, tidak
ada sesuatupun yang hilang dari zamannya.
Dan ia menulis empat buku setiap hari.
Ia memiliki peran dan pengetahuan dalam
setiap cabang ilmu, tetapi dalam bidang tafsir ia adalah salah seorang
tokohnya, dalam bilang hadis sebagai penghafal, dan dalam bidang sejarah sebagai
salah seorang yang memperluas cakupannya. Ia juga mempunyai sebuah buku di
dalam ilmu kedokteran yang berjudul Kitaab
Al-Luqath.
Ibnul Jauzi meninggal dunia pada tahun
597 H pada saat usianya mendekati 90 tahun, dan dikubur di Pekuburan Bab Harb.
Di antara karya-karyanya yang terkenal :
1. Al-Mughni fii At-Tafsiir.
2. Zaad Al-Masiir fii At-Tafsiir.
3. Tafsir Al-Bayaan fi Tafsiir
Al-Qur’an.
4. Tadzkirah Al-Ariib fi Tafsiir
Al-Ghariib.
5. Ghariib Al-Ghariib.
6. Minhaaj Al-Wushuul ila ‘Ilm
Al-Ushuul.
7. Muntaqid Al-Mu’taqid.
8. Jaami’ Al-Masaaniid bi Al-Khash
Al-Asaaniid.
9. Al-‘Illal Al-Mutanaahiyah fi
Al-Ahaadiits Al-Waahiyah.
10. Shifah Ash-Shahwah.
Dan lain sebagainya.
B. Setiap
penyakit Ada Obatnya[2]
Telah tercatat dalam shahih bukhari
sebuah hadits yang diriwayatkan dari abu hurairah ra, dimana disebutkan bahwa
Rasulullah SAW bersabda , “Tidaklah Allah menurunkan satu penyakit pun kecuali
Dia telah menurunkan baginya obat”.
Sementara itu, dalam shahih bukhari
muslim tercantum hadits Nabi yang diriwayatkan dari Jabir Ibn Abdillah bahwa Rasulullah
SAW bersabda, “Setiap penyakit ada obatnya. Apabila obat atas penyakit itu
tepat (sesuai) maka penyakit tersebut akan hilang dengan izin Allah”.
Sedangkan dalam musnad imam terdapat
hadits yang diriwayatkan dari usamah ibn syuraik bahwa nabi SAW bersabda,
“Sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit kecuali telah menurunkan pula
untuknya penyembuh. Orang yang tahu akan bodoh tidak akan memahami (tidak
sanggup menyembuhkannya)”.
Dalam riwayat lain dikatakan, “Sesungguhnya
Allah menimpakan suatu penyakit kecuali disertakan pula penyembuhnya atau
obatnya, kecuali satu penyakit.”
Para sahabat bertanta, “Ya Rasulallah,
Apa itu?
Rasulallah menjawab, “Penyakit tua”.
Menurt imam tirmidzi hadits tersebut
shahih.
Bertanya : obat kebodohan
Bertanya adalah obat bagi penyakit hati,
mental, dan jasad. Nabi SAW telah menetapkan bahwa kebodohan adalah penyakit,
sementara obatnya ialah bertanya kepada para ulama.
Imam abu dawud telah meriwayatkan dalam
sunan-nya hadits dari jabir ibn
‘Abdillah, ia bertutur demikian :
“Kami keluar rumah untuk bepergian.
Tiba-tiba salah seorang diantara kami tertimpuk batu sehingga terluka
kepalanya, kemudian dia mimpi jimak. Ia lalu bertanya kepada
sahabat-sahabatnya, “Apakah kalian menemukan rukhshah (keringanan) untukkku
untuk melakukan tayamum?”
Mereka menjawab “kami tidak mendapati
dalil rukhshah untukmu. Engkau masih mampu untuk mandi.”
Kemudian ia mandi, tetapi setelah itu ia
meninggal. Ketika kejadian ini kami khabarkan kepada nabi saw, beliau
mengatakan “mereka telah membunuhnya. Semoga Allah membinasakan mereka. Mengapa
mereka tidak bertanya jika mereka memang tidak tahu? Sesungguhnya obat ketidak tahuan adalah bertanya. Sesungguhnya
bagi sahabat (yang meninggal itu) cukup
melakukan tayamum dengan mengusap perban yang menutupi lukanya, sementara
sebagian anggota badannya yang lain disiram dengan air.”
Jadi, nabi memberitahukan bahwa
ketidaktahuan (kebodohan) adalah penyakit dan obatnya adalah bertanya kepada
para Ulama.
C. Hakikat
Penyakit Hati
Sesungguhnya
segala kemaksiatan terhadap Allah dan penyimpangan dari ajaranNya akan
menyebabkan hati seorang hamba menjadi kotor. Jika hal tersebut dibiarkan,
tidak dibersihkan dan tidak diobati maka kotoran dan penyakit itu akan
bertumpuk sehingga menutupi hati tersebut. Rasulullah bersabda :
“Sesungguhnya seorang hamba, jika melakukan
suatu kesalahan (dosa), maka dituliskan titik hitam pada hatinya. Jika dia
berhenti (dari kesalahan itu), meminta ampunan dan bertaubat, niscaya hatinya
kembali bersih. Namun jika dia kembali (melakukan dosa), maka titik hitam itu
akan ditambah sehingga menutupi hati. Itulah ‘ron’ (tutupan) yang Allah
sebutkan dalam firmanNya, ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang
selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.’ (al-Muthaffifin:14)”.
Akan tetapi, hakikat dari seluruh
kemaksiatan dan penyimpangan atau dengan kata lain hakikat seluruhnya penyakit
hati seorang hamba berpulang kepada penyakit syubhat dan syahwat.
Syekh Abdurrohman bin Nashir r.a berkata
: “Dan sisi pembatasan penyakit (hati) itu dibagi menjadi dua jenis penyakit
(syubhat dan syahwat) ialah karena penyakit hati merupakan lawan dari kesehatan
hati. Sedangkan kesehatan hati yang sempurna terwujud dengan dua hal. Pertama,
dengan kesempurnaan ilmu, pengetahuan dan keyakinannya. Kedua, dengan
kesempurnaan iradah (kehendak) hati terhadap apa yang dicintai dan diridhai
oleh Allah.
Maka hati yang sehat ialah yang mengenal
kebenaran dan mengikutinya, mengenal kebatilan dan meninggalkannya. Apabila
olmunya merupakan keragu-raguan, dan hati itu memiliki syubhat yang
bertentangan dengan pokok-pokok dan cabang agama yang Allah beritakan, maka
ilmunya itu menyimpang. Kuat lemahnya penyakit hati itu sesuai dengan
keragu-raguan dan syubhat.
Dijelaskan dalam AL-Qur’an bahwa ada beberapa jenis penyakit syubhat,
yaitu yang tertera dalam QS. Al-Baqarah : 10, QS. At-Taubah : 125, dan dalam
surah lainnya.
Adapun tentang penyakit syahwat, seperti yang Allah sebutkan dalam surat al-Ahzab ayat 32.[11]
Adapun tentang penyakit syahwat, seperti yang Allah sebutkan dalam surat al-Ahzab ayat 32.[11]
D. Tanda-Tanda
Penyakit Hati
Penyakit hati bersifat samar bahkan
tidak diketahui pemiliknya. Karena itulah ia dilalaikan. Dokter hati adalah
ulama, dan kini mereka telah tergeroroti oleh penyakit, dan seorang dokter yang
sakit sangat jarang untuk mau mengobati orang lain.
Hati haarus bersih dari segala penyakit
agar dia tidak mempunyai keterkaitan dengan apapun di ndunia. Sehingga jiwa
meninggalkan dunia dalam kondisi tidak mempunyai hubungan dengannya, tidak
menoleh kepadanya, serta tidak merindukan kemewah-mewahannya, saat itulah dia
kembali kepada Tuhannya sebagai jiwa yang tenang.
Orang yang ingin mengetahui aib dirinya
mempunyai 4cara yang bias ditempuhnya, yaitu sbb:
1. Duduk
didepan syekh yang sangat lihai dalam mengetahui aib jiwa yang memberitahu
aibnya dan cara menyembuhkannya.( namun zaman sekarang langka).
2. Mencari
teman yang cerdas, jujur, dan memegang teguh agamanya lalu mengangkatnya
menjadi pengawas atas dirinya untuk mengingatkannya pada akhlak yang tercela.
3. Mengetahui
aib lewat mulut musuh, karena mata yang benci akan memperklihatkan keburukan.
4. Bergaul
dengan orang banyak.
E. Terapi
atau Pengobatan[3]
Adapun
terapi atau pengobatan yang ditawarkan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Bila seluruh
untuk menangani berbagai penyakit qalbu ialah dengan :
1. Memaksakan
dirinya selalu mendekatkan diri kepada Allah dimanapun berada. Bila seluruh
hidupnya sudah diarahkan pada Allah, maka qolbunya akan selalu mengajak dan
mendorong pemiliknya untuk menemukan ketenangan dan ketentraman bersama Allah.
Sehingga tatkala itulah ruh benar-benar merasakan kehidupan, kenikmatan dan
menjadikan hidup lain daripada yang lain. Bukan kehidupan yang penuh kelalaian dan
berpaling dari tujuan pencipta manusia.
2. Tidak
bosan untuk berdzikir. Diantara sebagian tanda sehatnya qalbu ialah tidak
pernah bosan untuk untuk berdzikir mengingat Allah. Tidak pernah merasa jemu
untuk mengabdi kepada-Nya, tidak terlena dan asyik dengan selain Allah ,
kecuali kepada orang yang menunjukkan ke jalan-Nya, orang yang mengingatkan dia
kepada Allah atau saling mengingatkan dalam berdzikir kepada-Nya.
3. Menyesali
jika luput dari berdzikir. Tanda-tanda qalbu yang sehat diantaranya adalah jika
luput dan ketinggalan dari dzikir dan wirid maka dia sangat menyesal, merasa
sedih dan salah. Melebihi sedihnya seorang yang bakhil yang kehilangan hartanya.
4. Rindu
beribadah. Qalbu yang sehat selalu rindu untuk menghamba dan mengabdi kepada
Allah, sebagaimana rindunya seorang yang kelaparan terhadap makanan dan
minuman.
5. Khusyu’
dalam shalat. Qalbu yang sehat adalah jika ia sedang melakukan shalat, maka ia
tinggalkan segala keinginan dan sesuatu yang bersifat keduniaan. Sangat
memperhatikan masalah shalat dan bersegera melakukannya, serta mendapati
ketenangan dan kenikmatan di dalam shalatnya tersebut. Baginya shalat merupakan
kebahagiaan dan penyejuk hati dan jiwa.
6. Selalu
intropeksi dan memperbaiki diri. Qalbu yang sehat ialah senantiasa menaruh
perhatian terhadap amal itu sendiri. Dia terus bersemangat untuk meningkatkan
keikhlasan dalam beramal, mengharap nasihat, mutaba’ah (mengontrol) dan ihsan
(seakan-akan melihat Allah) dalam beribadah, atau selalu merasa (dilihat oleh
Allah). Bersamaan dengan itu dia selalu memperhatikan pemberian dan nikmat dari
Allah serta kekurangan dirinya di dalam memenuhi hak-hak-Nya.
Makna Tawakal
Menurut Al-Harawi dalam Manazilu al-Sa’irin,
tawakal merupakan tingkatan spiritual yang sulit dicapai oleh orang awam, akan
tetapi mudah diraih oleh insan pilihan. Tawakal ialah menyerahkan urusan kepada
yang berkuasa menanganinya dengan kepercayaan utuh, maksudnya disini
menyerahkan seluruh perkara kepada Allah, bersandar pada kekuasaanNya dalam
mengatur siklus alam semesta, mendahulukan perbuatanNya daripada diatas
keinginan kita.[4]
Apakah Seorang mutawakil perlu berobat atau
melakukan terapi untuk menyembuhkan penyakitnya? Ada tiga jawaban :
Pertama, ada petunjuk bahwa Allah SWT tidak
menganjurkan berobat dengan sejumlah terapi. Hal tersebut terangkum dalam sabda
Rasulullah SAW bahwa ada 70.000 orang umatnya yang masuk surge tanpa dihisab.
Mereka adalah orang yang tidak meramal nasib, tidak mempercayai jampi, tidak
berobat dengan sundutan api, dan bertawakal kepada Allah.
Kedua, dilain waktu Rasulullah memperbolehkan kita
berobat dengan meminum obat, meminum air yang di doani, atau membaca doa.
Beliau sendiri juga pernah membekam Ubai bin Kaab untuk menyembuhkan
penyakitnya.
Ketiga, jenis terapi selain yang dilarang dan pernah
dicontohkan Rasulullah SAW hukumnya mubah. Terapi itu boleh dijalani selama
tidak mengurangi tawakal dan tidak menimbulkan keyakinan bahwa terapi itulah
yang menyembuhkan bukan Allah.
Oleh sebab itu, bertawakal dan bersandarlah kepada
Allah semata. Yakni bahwa hanya
Allahyang berkuasa memenuhi segala harapan, bukan yang lain. Sekeras
apapun kita berusaha, jika Allah belum menghendaki, kita pasti tidak akan
mendapatkan apa-apa. Sebab, hanya Allah yang dapat mencukupi, mengabulkan
permohonan, dan mewujudkan keinginan hambaNya.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Imam
Abdurrahman bin Abul Hasan Ali bin Muhammad bin Abdullah Al-Qurasyi. Ia dikenal
dengan nama kakeknya Ibnul Jauzi di Jauzah, yang rumahnya terletak di
tengah-tengah daerah ini. Ibnul Jauzi dilahirkan pada tahun 510 H. kemudian Ibnul
Jauzi meninggal dunia pada tahun 597 H pada saat usianya mendekati 90 tahun,
dan dikubur di Pekuburan Bab Harb.
Dalam
shahih bukhari muslim tercantum hadits Nabi yang diriwayatkan dari Jabir Ibn Abdillah
bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Setiap penyakit ada obatnya. Apabila obat atas
penyakit itu tepat (sesuai) maka penyakit tersebut akan hilang dengan izin
Allah”.
Hakikat
dari seluruh kemaksiatan dan penyimpangan atau dengan kata lain hakikat
seluruhnya penyakit hati seorang hamba berpulang kepada penyakit syubhat dan
syahwat. Syekh Abdurrohman bin Nashir r.a berkata : “Dan sisi pembatasan
penyakit (hati) itu dibagi menjadi dua jenis penyakit (syubhat dan syahwat)
ialah karena penyakit hati merupakan lawan dari kesehatan hati. Sedangkan
kesehatan hati yang sempurna terwujud dengan dua hal. Pertama, dengan
kesempurnaan ilmu, pengetahuan dan keyakinannya. Kedua, dengan
kesempurnaan iradah (kehendak) hati terhadap apa yang dicintai dan diridhai
oleh Allah.
Penyakit
hati bersifat samar bahkan tidak diketahui pemiliknya. Karena itulah ia
dilalaikan. Dokter hati adalah ulama, dan kini mereka telah tergeroroti oleh
penyakit, dan seorang dokter yang sakit sangat jarang untuk mau mengobati orang
lain.
Adapun
terapi atau pengobatan yang ditawarkan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Bila seluruh
untuk menangani berbagai penyakit qalbu ialah memaksakan dirinya selalu
mendekatkan diri kepada Allah dimanapun berada, tidak bosan untuk berdzikir, menyesali
jika luput dari berdzikir, rindu beribadah, khusyu’ dalam shalat, dan selalu
intropeksi dan memperbaiki diri.
DAFTAR
PUSTAKA
Ø Jauzi,
S.Ibnul. Cerminan JiwaTerj.Amir Hamzah.Jakarta :Pustaka Azzam, 2000.
Ø Al-Jauzi,
Ibn Qayyim.Siraman Rohani…
Ø Mas’ud,
Ali. Akhlak Tasawuf. Sidoarjo : Dwiputra Pustaka Jaya, 2012.
Ø Al-Jauzi,
Ibnu Qayyim, AL-Maki, Abu Thalib, dkk.Terapi Tawakal Oleh 10 Ulama Klasik
Psikologi. Ahsan Books : 2011.
[1] S.Ibnul Jauzi,Cerminan
JiwaTerj.Amir Hamzah(Jakarta :Pustaka Azzam, 2000)
[2]Ibn Qayyim Al-Jauzi, Siraman
Rohani…
[3]Ali Mas’ud, Akhlak Tasawuf(Sidoarjo
: Dwiputra Pustaka Jaya, 2012)
[4] Ibnu Qayyim Al-Jauzi, Abu Thalib
Al-Maki, dkk, Terapi Tawakal Oleh 10 Ulama Klasik Psikologi(Ahsan Books
: 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar