Minggu, 13 Desember 2015

makalah tafsir



SYUKUR
dalam Perspektif  Al-Qur’an

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Tafsir Tematik
Dosen Pengampu :
Mohammad Zaenal Arifin, M. HI

                                                                                        






Disusun oleh:
Ilma Khusnita             (9336 104 13)
PROGRAM STUDI AKHLAK TASAWUF
JURUSAN USHULUDDIN DAN ILMU SOSIAL
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KEDIRI
2015
A.           PENDAHULUAN

Nikmat yang dianugerahkan Allah kepada manusia, merupakan pemberian yang terus menerus, dengan bermacam-macam bentuk lahir maupun batin. Hanya manusia sajalah yang kurang pandai memelihara nikmat, sehingga ia merasa seolah-olah belum diberikan sesuatupun nikmat oleh Allah. Karena kurangnya rasa syukur itulah seseorang tidak dapat merasakan nikmat itu secara maksimal.
Nikmat yang sangat besar bagi manusia adalah nikmat iman. Termasuk orang yang menyia-nyiakan nikmat Allah adalah orang yang menggunakan nikmat Allah tidak pada tempatnya, atau menggunakan nikmat Allah untuk kemaksiatan. Termasuk sifat yang angkuh terhadap Allah Swt jika ia merasa bahwa semua yang ada padanya adalah karena kepandaian dan keistimewaan diri manusia itu sendiri. Perasaan seperti ini memudarkan Tauhid dari dalam jiwanya. Oleh karena itu, kita sebagai makhluk Allah yang senantiasa mengharapkan keridhoan-Nya diharapkan diberi kesadaran dalam mensyukuri nikmat yang sungguh besar yang telah Allah berikan kepada kita.
Bahwasanya Allah menganjurkan kepada makhluknya untuk mensyukuri nikmat yang diberikan, yaitu dengan satu hal yang mungkin kadang manusia sendiri lupa apa yang menjadi kewajiban kita sebagai makhluk Allah, yaitu dengan menjalankan apa yang sudah ditetapkan seperti; Perintah untuk menjalankan shalat yang sudah ditentukan dalam Al-Qur’an dan Hadist, Puasa, Zakat dan lain sebagainya.
Agar kita semakin bisa menambah rasa syukur dalam hati kita, dalam makalah ini akan membahas tentang syukur dalam perspektif al-Qur’an. Dengan rumusan masalah sebagai berikut:
1)      Apa pengertian dari syukur?
2)      Apakah dengan mengingat nikmat-nikmat Allah bisa meningkatkan rasa syukur kita? Jika ya, bagaimana al-Qur’an menjelaskannya?
3)      Bagaimana ayat-ayat al-Qur’an memerintahkan kita untuk bersyukur

B.            PENGERTIAN SYUKUR
Syukur adalah memanjatkan pujian kepada sang pemberi nikmat, atas keutamaan dan kebaikan yang diberikan kepada kita.[1]Syukur juga berarti mengingat akan segala nikmat-Nya, suatu sifat yang penuh kebaikan dan rasa menghormati serta mengagungkan atas segala nikmat-Nya, baik diekspresikan dengan lisan, dimantapkan dengan hati maupun dilaksanakan melalui perbuatan.
Syukur yang sempurna harus memenuhi tiga pilar, yaitu : mengakui nikmat tersebut secara batin, menceritakannya secara lahir dan menggunakannya untuk taat kepada Allah SWT. Jadi, syukur berhubungan erat dengan hati, lisan dan anggota badan. Hati untuk mengetahui dan mencintai, lisan untuk menyanjung dan juga memuji, sedangkan anggota badan untuk menggunakannya dalam ketaatan kepada Allah dan mencegah penggunaannya dalam kedurhakaan kepada-Nya.[2]
Di dalam al-Quran telah disebutkan bahwa syukur senantiasa disertai pula dengan iman, dan Allah tidak akan menurunkan ahzab kepada para makhluk-Nya, jika mereka mau bersyukur dan beriman. “Allah tidak akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman….”[3] Oleh karena itu sebagai orang yang beriman sudah seharusnya kita bersyukur kepada Allah yang telah memberikan berbagai macam nikmat kepada kita. Allah telah memberikan nikmat yang banyak kepada kita, baik itu nikmat lahir maupun batin.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah menyebutkan bahwa, “Rasululloh saw. berwudhu dan sholat, lalu beliau bersujud dan menagis sampai Bilal mengumandangkan azan untuk sholat. Bilal bertanya, ‘Ya Rasululloh, bagaimana bisa engkou menangis, sementara Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang telah berlalu maupun yang kemudian?’ Rasululloh berkata, ‘tidak bolehkah aku menjadi hamba yang bersyukur, dan kenapa pula aku tidak boleh menangis, padahal Allah telah menurunkan kepadaku ayat:[4]
 sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, serta pergantian malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang diturunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah matinya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, sungguh terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mau menggunakan akal
C.           ANJURAN UNTUK MENGINGAT NIKMAT-NIKMAT ALLAH
Bersyukur merupakan tali pengikat bagi nikmat dan menjadi penyebab bertambahnya kenikmatan. Sebagaimana kata Umar bin Abdul ‘Aziz, “ikatlah nikmat-nikmat Allah dan bersyukur kepada-Nya.” Ibnu Abid Dunya menceritakan bahwa Ali bin Abi Thalib r.a. berkata kepada seseorang yang berasal dari Hamazan, “sesungguhnya nikmat Allah itu ada korelasinya dengan rasa syukur, dan bersyukur sendiri selalu seiring dengan bertambahnya nikmat Allah. Sebab antara keduanya tidak dibatasi dinding pemisah, oleh sebab itu, bertambahnya nikmat Allah tidak akan terputus sehingga terputus pula rasa syukur dari hamba-Nya.” Hasan al-Bashri berpendapat, “ sering-seringlah menyebut nikmat yang telah diberikan, karena dengan senantiasa menyebutnya menunjukkan adanya rasa syukur.” Dan seorang Nabi pun tidak luput dari seruan Allah ini, “Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaknya kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)” QS. Adh-dhuha: 7.[5]



Ayat pertama
اللّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ وَأَنزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقاً لَّكُمْ وَسَخَّرَ لَكُمُ الْفُلْكَ لِتَجْرِيَ فِي الْبَحْرِ بِأَمْرِهِ وَسَخَّرَ لَكُمُ الأَنْهَارَ -٣٢- وَسَخَّر لَكُمُ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ دَآئِبَينَ وَسَخَّرَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ -٣٣- وَآتَاكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَتَ اللّهِ لاَ تُحْصُوهَا إِنَّ الإِنسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ -٣٤-
“Allahlah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air (hujan)dari langit, kemudian dengan (air hujan) itu Dia mengeluarkan berbagai buah-buahan sebagai rezeki untukmu, dan Dia telah menundukkan kapal bagimu agar berlayar dilautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan sungai-sungai bagimu, dan Dia telah menundukkan matahari dan bulan bagimu yang terus-menerus beredar (dalam orbitnya), dan telah menundukkan malam dan siang bagimu. Dan Dia telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh manusia itu amat dzalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah.)” [6]
Dalam ayat-ayat di atas ini Allah SWT memaparkan sepuluh dalil atas eksistensi dan kuasa-Nya, yaitu sebagai berikut.[7]  
Penciptaan langit. Allah adalah yang menciptakan langit sebagai atap yang terjaga dan dihiasi dengan bintang-bintang.
            Allah menciptakan bumi sebagai alas yang dihamparkan bagi kehidupan serta menyediakan banyak manfaat padanya.
Allah menurunkan air hujan dari awan lantas menghidupkan bumi dengan air hujan itu setelah bumi mengalami kematian, dan menumbuhkan tanaman serta pohon dengannya, dan mengeluarkan buah serta rezeki yang beraneka ragam dengan warna, rasa, aroma, dan kegunaan yang berbeda beda. Yang diingatkan disini adalah buah-buah yang bermanfaat. Adapun buah-buah yang mengandung racun atau berbahaya maka tidak dimaksud di sini. Ini juga merupakan nikmat yang lain.
            Allah menundukkan kapal bagimu. Maksudnya, Allah menjadikan perahu dapat kamu tundukkan dan dapat kamu manfaatkan melalui pengajaran tentang cara pembuatannya dan menjalankannya di atas permukaan air dari satu negeri ke negeri yang lain untuk menumpang atau membawa barang, dengan izin dan kehendak Allah.
            Allah membuatkan sungai-sungai bagimu, maksudnya memancarkan berbagai mata air bagimu di sungai-sungai, serta memudahkan pembagian dan pembuatan cabang-cabangnya untuk pengairan area tanah yang seluas-luasnya dan untuk mengairi pepohonan serta tanaman.
            Allah menundukkan matahari dan bulan bagimu secara terus-menerus. Maksudnya, Allah menyediakan keduanya yang beredar dengan gerak yang konstan untuk pelayanan dan kerja yang berkesinambungan.. dengan demikian, matahari dan bulan senantiasa terbit dan terbenam dengan berbagai manfaat yang terkandung didalamnya bagi manusia yang tak terhingga. Keduanya senantiasa berguna secara berkesinambungan bagi kemaslahatan hidup manusia, hewan, tanaman, tumbuhan, pepohonan dan buah.
            Allah menundukkan bagimu malam dan siang. Maksudnya, Allah menjadikan keduanya silih berganti dan saling menggantikan posisi dengan kesinambungan yang konstan. Kadang siang lebih lama, sebagaimana pada musim dingin, dan kadang siang lebih lama, sebagaimana pada musim panas, dan yang lainnya lebih singkat, serta sebaliknya. Pada pergerakan yang silih berganti dan keterpautan lama dan singkatnya pada malam dan siang hari ini terdapat pengimplementasian manfaat dan kebaikan bagi manusia.  Malam digunakan untuk tidur, berdiam ditempat tinggal, dan untuk istirahat serta berhenti dari pekerjaan. Dan siang untuk bekerja, usaha, mencari penghidupan, dan berbagai aktifitas yang berkaitan dengan urusan-urusan dunia.
Dan Allah memberimu segala apa yang kamu mita dari-Nya. Maksudnya, Allah memberimu, hai makhluk jenis manusia, apa yang kamu minta dan mewujudkan permohonanmu, terkait semua yang semestinya diminta oleh manusia dan dimanfaatkannya. Dia tidak menolak ini pada seorangpun dari umat manusia, akan tetapi nikmat-nikmat ini dibagi-bagi di antara umat manusia. Mereka adalah keluarga besar yang memanfaatkan berbagai nikmat Allah yang dibagikan sesuai dengan kebijksanaan Ilahi dan sesuai dengan prosentase perhitungan sesuai dengan kemaslahatan yang diketahui oleh Allah bagi setiap manusia.
            Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa nikmat-nikmat itu sangat banyak dan bermacam-macam dan juga senantiasa terbarui di setiap tempat dan waktu. Inilah yang kita saksikan pada masa kita sekarang ini, di mana berbagai bidang kehidupan penuh dengan berbagai macam nikmat di dalam jiwa, rumah, jalan raya, dan tempat-tempat kerja yang beraneka ragam.
            Oleh karena itu, Allah SWT berfirman setelah pemaparan nikmat-nikmat itu, ”Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya.” Maksudnya, jika kamu, wahai manusia, hendak menghitung nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepadamu maka kamu tidak sanggup menghitung, menetapkan, dan menjangkau keseluruhannya karena begitu banyaknya nikmat Allah, dan begitu besarnya nikmat Allah terkait indera manusia, kekuatan, dan pengadaanya dari ketidakadaan, sampai petunjuk iman dan rezeki yang berkesinambungan.
            sungguh manusia itu sangat dzalim dan mengingkari (nikmat Allah).” Maksudnya, sesungguhnya manusia sangat disayangkan tidak mengapresiasi nikmat dan justru mendholiminya dengan kelalaian mensyukurinya, mengingkarinya, dan tidak meresponnya dengan ketulusan dan pengakuan. Dua sifat ini, maksudnya kezaliman dan pengingkaran, terdapat di tengah manusia, bersemayam pada setiap manusia. Jika sifat ini terdapat pada seorang yang ingkar, maka itu terkait suatu ketentuan, dan jika terdapat pada orang durhaka maka itu terkait ketentuan yang lain, sebagaimana yang telah dipaparkan oleh al-Allamah Ibnu Athiyah dalam tafsirnya yang besar. Dengan demikian manusia memiliki keterpautan terkait tindak kezaliman dan pengingkaran. Ada orang yang senantiasa bergelimang dalam dua sifat ini, dan ada yang melakukan dalam kadar tertentu dari keduanya. Namun, orang yang berbahagia adalah yang terbebas dari keduanya secara total.[8]
Ayat kedua

وَهُوَ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ بُشْراً بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ حَتَّى إِذَا أَقَلَّتْ سَحَاباً ثِقَالاً سُقْنَاهُ لِبَلَدٍ مَّيِّتٍ فَأَنزَلْنَا بِهِ الْمَاء فَأَخْرَجْنَا بِهِ مِن كُلِّ الثَّمَرَاتِ كَذَلِكَ نُخْرِجُ الْموْتَى لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ -٥٧- وَالْبَلَدُ الطَّيِّبُ يَخْرُجُ نَبَاتُهُ بِإِذْنِ رَبِّهِ وَالَّذِي خَبُثَ لاَ يَخْرُجُ إِلاَّ نَكِداً كَذَلِكَ نُصَرِّفُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَشْكُرُونَ -٥٨



Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah suatu yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu. Maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu dengan berbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizing Allah, sedang tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulang tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur. ”[9]
            Pada ayat sebelumnya Allah telah menerangkan bahwa Dialah pencipta Alam semesta pengatur segala urusan, tiada sekutu bagi-Nya dalam semua penciptaan dan pengurusan itu. Karena itu Dia memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya agar selalu beribadat dan berdoa kepada-Nya, jangan mempersekutukan-Nya dengan suatu apapun. Maka, pada ayat ini, Dia menjelaskan berbagai macam nikmat dan karunia-Nya kepada hamba-Nya, diantaranya mengirim angin yang menghalau awan yang mengandung hujan ke tempat yang kering sehingga tempat itu menjadi subur dan menghasilkan berbagai macam buah-buahan, biji-bijian dan sebagainya yang amat diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia dan binatang-binatang. Kemudian Allah menjadikan hal itu sebagai perumpamaan bagi hari berbangkit. Dimana manusia dihidupkan kembali sesudah mati.[10]
            Dengan kedua ayat ini Allah menegaskan bahwa salah satu karunia besar yang dilimpahkan-Nya kepada hamba-Nya ialah menggerakkan angin sebagai tanda bagi kedatangan nikmat-Nya yaitu angin yang membawa awan tebal yang dihalau-Nya ke negeri yang kering yang telah rusak tanamannya karena ketiadaan air, kering sumurnya karena tak ada hujan dan penduduknya menderita karena haus dan lapar. Lalu Dia menurunkan di negeri itu hujan yang lebat, sehingga negeri yang hampir mati itu menjadi subur kembali dan sumur-sumurnya penuh berisi air dengan demikian hiduplah penduduknya dengan serba kecukupan dan hasil tanaman-tanaman itu yang berlimpah ruah.
Memang tidak semua negeri yang mendapat limpahan rahmat itu, tetapi ada pula beberapa tempat dimuka bumi yang tidak dicurahi hujan yang banyak, bahkan ada pula beberapa daerah dicurahi hujan tetapi tanah di daerah itu hilang sia-sia tidak ada manfaatnya sedikitpun.
D.           PERINTAH BERSYUKUR KEPADA ALLAH
Ayat pertama
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُواْ لِي وَلاَ تَكْفُرُونِ
“Maka ingatlah kepada-Ku, akupun akan ingat kepadamu, bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku.”[11]
{ فاذكرونى } بالصلاة والتسبيح ونحوه { أَذْكُرْكُمْ } قيل معناه ( أجازيكم ) وفي الحديث عن الله « من ذكرني في نفسه ذكرته في نفسي ومن ذكرني في ملأ ذكرته في ملأ خير من ملئه » { واشكروا لِي } نعمتي بالطاعة { وَلاَ تَكْفُرُونِ } بالمعصية
(Karena itu ingatlah kamu kepada-Ku) yakni dengan salat, tasbih dan lain-lain (niscaya Aku ingat pula kepadamu). Ada yang mengatakan maksudnya niscaya Aku balas amalmu itu. Dalam sebuah hadis qudsi Allah berfirman, "Barang siapa yang mengingat-Ku dalam dirinya niscaya Aku akan ingat dia dalam diri-Ku dan barang siapa mengingat-Ku di hadapan khalayak ramai, maka Aku akan mengingatnya di hadapan khalayak yang lebih baik!" (Dan bersyukurlah kepada-Ku) atas nikmat-Ku dengan jalan taat kepada-Ku (dan janganlah kamu mengingkari-Ku) dengan jalan berbuat maksiat dan durhaka kepada-Ku.[12]
Sedangkan dalam Tafsir Ibnu katsir yang dimaksud dengan   ( واشكروا لِي) Dan bersyukurlah kepada-Ku” yaitu bahwa Allah memerintahkan kepada kita untuk bersyukur dan menjanjikan pahala bersyukur berupa tambahan kebaikan dari-Nya.[13] Seperti yang disebutkan dalam firman-Nya yang lain :
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Dan (ingatlah) ketika Tuhan-mu Memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan Menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab -Ku sangat pedih.” [14]
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ   (dan [ingatlah] ketika Rabb kalian Memberitahukan), yakni ketika Rabb kalian berkata dan memberitahu kalian di dalam al-Kitab.     لَئِن شَكَرْتُمْ  (“Sungguh jika kalian bersyukur) atas anugerah taufik, perlindungan, kemuliaan, dan kenikmatan.
 لأَزِيدَنَّكُمْ (niscaya Kami akan Memberi kalian tambahan) taufik, perlindungan, kemuliaan, dan kenikmatan.    وَلَئِن كَفَرْتُمْ (tetapi jika kalian kufur) kepada-Ku atau kepada Nikmat-Ku.   إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ (sesungguhnya Azab-Ku benar-benar teramat pedih”) bagi siapa pun yang kufur. [15]
            Allah menjadikan syarat bertambahnya nikmat dengan keharusan bersyukur, dan tambahan nikmat dari Allah itu sangat luas, sebagaimana rasa syukur kepada-Nya juga tidak mengenal batas ruang dan waktu. Kuantitas balasan amal kebajikan hanya Allah swt yang tahu dan berhak menentukan, kita sekedar menjalankan perintah-Nya.[16]Dalam hal ini Allah berfirman. “….jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberikan kekayaan kepadamu, dari karunia-Nya bila Dia menghendaki.[17]

Ayat kedua
إِنَّمَا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ أَوْثَاناً وَتَخْلُقُونَ إِفْكاً إِنَّ الَّذِينَ تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ لَا يَمْلِكُونَ لَكُمْ رِزْقاً فَابْتَغُوا عِندَ اللَّهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوهُ وَاشْكُرُوا لَهُ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
 Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah hanyalah berhala-berhala, dan kamu membuat kebohongan. Sesungguhnya apa yang kalian sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezeki kepadamu, maka mintalah rezeki dari Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nya kamu akan dikembalikan.[18]
            Memang manusia senantiasa membutuhkan bantuan dan rezeki sehingga jiwanya selalu mendambakan sandaran yang kuat, tetapi sandaran itu haruslah yang Mahakuasa. Kamu menyembah berhala-berhala itu dengan harapan dapat memberi kamu manfaat dan perlindungan serta menganugerahkan rizki kepada kamu padahal (إِنَّ الَّذِينَ تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ) sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah siapa dan apapun dia, pasti tidak mampu memberikan (لَا يَمْلِكُونَ لَكُمْ) perlindungan dan rezeki  (رِزْقاً) kepada kamu walau sedikit dan betapapun kamu menyembah dan memohon kepadanya. Karena itu, maka minta dan berusaha-lah dengan bersungguh-sungguh guna memperoleh rezeki dan perlindungan itu di sisi Allah, karena Dialah sumber rezeki dan sandaran yang amat kokoh, dan di samping itu sembahlah Dia sebagaimana yang di ajarkan oleh-Nya melalui Rasul dan bersyukurlah kepada-Nya semata-mata, apalagi hanya kepada-Nya-lah semata- mata kamu akan dikembalikan. Yakni putusan akhir ada di tangan Allah. Dia yang menentukan segala sesuatu, baik di dunia maupun di akhirat.[19]
            Kata (أَوْثَاناً) autsan adalah bentuk jamak dari kata watsan, yaitu berhala yang berupa batu atau yang terbuat dari kayu dan memiliki bentuk seperti manusia atau hewan yang mereka pilih atau buat untuk disembah. Kata ini lebih khusus daripada kata ashnaam, karena yang ini adalah berhala yang disembah walau hanya batu yang tidak berbentuk. Masyarakat Arab pada masa Jahiliyah, memilih batu-batu yang mereka senangi lalu menyembahnya. Bahkan para musafir pada masa Jahiliyah memilih empat batu, lalu yang terbaik mereka sembah, dan tiga lainnya mereka jadikan tumpu buat periuk mereka. bentuk nakirah pada kata autsaanan yang digunakan ayat ini mengesankan keremehannya sekaligus mengisyaratkan bahwa kepercayaan tentang ketuhanan berhala-berhala itu adalah kepercayaan sesat yang tidak berdasar serta merupakan kebohongan dan pemutarbalikan fakta.[20]


Ayat ketiga
وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ وَمَن يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
“Dan sungguh telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu, ‘Bersyukurlah kepada Allah ! Dan barang siapa bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri, dan barang siapa tidak bersyukur (kufur), maka sesungguhnya Allah Mahakaya, Mahaterpuji’.”[21]
وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ  (Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Luqman hikmah) antara lain ilmu, agama dan tepat pembicaraannya, dan kata-kata mutiara yang diucapkannya cukup banyak serta diriwayatkan secara turun-temurun. Sebelum Nabi Daud diangkat menjadi rasul dia selalu memberikan fatwa, dan dia sempat mengalami zaman kenabian Nabi Daud, lalu ia meninggalkan fatwa dan belajar menimba ilmu dari Nabi Daud. Sehubungan dengan hal ini Luqman pernah mengatakan, "Aku tidak pernah merasa cukup apabila aku telah dicukupkan." Pada suatu hari pernah ditanyakan oleh orang kepadanya, "Siapakah manusia yang paling buruk itu?" Luqman menjawab, "Dia adalah orang yang tidak mempedulikan orang lain yang melihatnya sewaktu dia mengerjakan kejahatan." (Yaitu) dan Kami katakan kepadanya, hendaklah أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ (bersyukurlah kamu kepada Allah) atas hikmah yang telah dilimpahkan-Nya kepadamu.   وَمَن يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ  (Dan barang siapa yang bersyukur kepada Allah, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri) karena pahala bersyukurnya itu kembali kepada dirinya sendiri. وَمَن كَفَرَ  (dan barang siapa yang tidak bersyukur) atas nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepadanya, فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ  (maka sesungguhnya Allah Maha Kaya) tidak membutuhkan makhluk-Nya (lagi Maha Terpuji) Maha Terpuji di dalam ciptaan-Nya.[22]



E.       KESIMPULAN
Syukur adalah memanjatkan pujian kepada sang pemberi nikmat, atas keutamaan dan kebaikan yang diberikan kepada kita.[23]Syukur juga berarti mengingat akan segala nikmat-Nya, suatu sifat yang penuh kebaikan dan rasa menghormati serta mengagungkan atas segala nikmat-Nya, baik diekspresikan dengan lisan, dimantapkan dengan hati maupun dilaksanakan melalui perbuatan.
Dengan banyak mengingat nikmat-nikmat Allah maka hal itu juga akan menambah rasa syukur kita kepada-Nya. al-Qur’an sendiri pun juga sudah menjelaskan tentang anjuran untuk mengingat nikmat Allah. Salah satunya yaitu terdapat dalam surat Ibrahim ayat 32-34.
 Salah satu cara mensyukuri nikmat Allah yaitu dengan senantiasa menyebut atau mengingat-ngingat nikmat itu, dan senantiasa menggunakan nikmat-nikmat itu untuk beribadah kepada-Nya, bukan malah untuk bermaksiat.


INDEKS AL-QUR’AN DENGAN TEMA SYUKUR
No.
Indeks al-Qur’an
Nama Surat
Ayat
1.
Perwujutan syukur menyembah Allah
· Al-quraisy
· Al-Kautsar
3-4
1-2
2.
Balasan bagi orang yang bersyukur
·   Ali-Imran
145
3.
Perintah bersyukur kepada Allah
·   Al-Baqarah
·   An-Nahl
·   Luqman
·   As-Saba’
·   Az-Zumar
152, 172
114
12,14
15
66
4.
Celaan terhadap orang yang enggan bersyukur kepada Allah (orang yang kufur nikmat)
·   Yasiin
35, 73
5.
Manfaat bersyukur untuk manusia sendiri
·   Luqman
12
6.
Allah meridhai orang yang bersyukur
·   Az-zumar
7
7.
Alasan mengapa kita wajib bersyukur
·   Al-waqiah
63-73
8.
Orang yang beriman yang bersyukur tidak di siksa
·   An-nisa’
147
9.
Dorongan agar bersyukur
·   Ali-Imron
·   Al-Maidah
·   Al-anbiya’
·   Al-hajj
·   Al-qasash
·   Ar-Ruum
123
6, 89
80
36
73
46
10.
Amat sedikit golongan manusia yang mau bersyukur
·   Al-A’raf
·   Yunus
·   Al-mukminun
·   An-naml
·   As-saba’
·   Al-Mukmin
10
60
78
73
13
61
11.
Doa agar dapat bersyukur
·   Al-Ahqaf
15
12.
Allah mensyukuri hamba-Nya
·   Al-Baqarah
·   An-Nisa’
·   Faatir
·   Asy-Syuura
·   At-Taghabun
158
147
30, 34
23
17





Daftar Pustaka

Faried, Ahmad. 2004, Menyucikan Jiwa konsep Ulama Salaf, terj. Azhari Hatim. Surabaya: Risalah Gusti.
…………..  2008, Manajemen Qalbu Ulama Salaf  (terjemahan kitab Al-bahrur Ra’iq Fiz zuhdi War Raqaiq), Surabaya : Pustaka eLBA.
Abdurrahman, maman.  2012. Pelatihan lengkap Tazkiyatun Nafs, Jakarta: Zaman.
Az-Zuhaili, Wahbah. 2013, Tafsir al-Wasith, Terj. Muhtadi dkk. Jakarta: Gema Insani.
Ghazali, Yusni dkk. 2011. Ensiklopedia Al-Qur’an dan Hadis per tema. Jakarta: Alita Aksara Media.
Shihab, Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah (pesan, kesan dan keserasian al-Qur’an).
Jakarta: Lentera Hati.
Ebook Tafsir Ibnu Katsir. Penerbit: kampung sunnah CO.nr.
Ebook Tafsir Jalalain
Aplikasi Al-Kalam, al-Qur’an penerbit Diponegoro.
Tafsir al-Qur’an Departemen Agama RI.
Baiquni, N. A. 1996. INDEKS AL-QUR’AN : Cara mencari ayat al-Qur’an. Surabaya: penerbit “Arkola”.





[1] Ahmad faried, 2004, Menyucikan Jiwa konsep Ulama Salaf, terj. Azhari Hatim. Surabaya: Risalah Gusti. h.103
[2] Ahmad farid,  2008, Manajemen Qalbu Ulama Salaf  (terjemahan kitab Al-bahrur Ra’iq Fiz zuhdi War Raqaiq), Surabaya : Pustaka eLBA. h.299
[3] QS. An-Nisa’ ayat 147
[4] Maman Abdurrahman, 2012.Pelatihan lengkap Tazkiyatun Nafs, Jakarta: Zaman. h. 395
[5] Ibid. Ahmad faried, menyucikan jiwa…h. 106
[6] QS. Ibrahim ayat 32-34
[7] Wahbah az-Zuhaili, 2013, Tafsir al-Wasith, Terj. Muhtadi dkk. Jakarta: Gema Insani. h.240-242
[8] Ibid.
[9] QS.al-A’raf ayat 57-58.
[10] Tafsir al-Qur’an Depertemen Agama RI. h.449
[11] QS.Al-Baqarah ayat 152.
[12] Ebook Tafsir jalalain. 
[13] Ebook Tafsir Ibnu Katsir jilid 2. h. 47
[14] QS. Ibrahim ayat 7.
[15] Tafsir Al-kalam Diponegoro. h.256
[16] Ibid. Ahmad faried,  menyucikan jiwa…h. 104
[17] QS. An-Nisa’ ayat 28
[18] QS.Al-Ankabut ayat 17
[19] Quraish Shihab, 2002. Tafsir al-Misbah (pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an). Jakarta: Lentera Hati. h. 461.
[20] Ibid.
[21] QS.Luqman ayat 12
[22] Tafsir jalalain.
[23] Ahmad faried, 2004, Menyucikan Jiwa konsep Ulama Salaf, terj. Azhari Hatim. Surabaya: Risalah Gusti. h.103

Tidak ada komentar:

Posting Komentar