SYUKUR
dalam Perspektif Al-Qur’an
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah
Tafsir Tematik
Dosen Pengampu :
Mohammad Zaenal Arifin, M. HI
Disusun oleh:
Ilma Khusnita (9336 104 13)
PROGRAM STUDI AKHLAK TASAWUF
JURUSAN USHULUDDIN DAN ILMU
SOSIAL
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) KEDIRI
2015
A.
PENDAHULUAN
Nikmat yang dianugerahkan Allah kepada manusia, merupakan
pemberian yang terus menerus, dengan bermacam-macam bentuk lahir maupun batin. Hanya manusia sajalah yang kurang pandai memelihara
nikmat, sehingga ia merasa seolah-olah belum diberikan sesuatupun nikmat
oleh Allah. Karena kurangnya rasa syukur itulah seseorang
tidak dapat merasakan nikmat itu secara maksimal.
Nikmat yang sangat besar bagi manusia adalah nikmat iman.
Termasuk orang yang menyia-nyiakan nikmat Allah adalah orang yang menggunakan nikmat Allah
tidak pada tempatnya, atau menggunakan nikmat Allah untuk kemaksiatan. Termasuk
sifat yang angkuh terhadap Allah Swt jika ia merasa bahwa semua yang ada
padanya adalah karena kepandaian dan keistimewaan diri manusia itu sendiri.
Perasaan seperti ini memudarkan Tauhid dari dalam jiwanya. Oleh karena itu, kita sebagai makhluk Allah yang senantiasa mengharapkan
keridhoan-Nya diharapkan diberi kesadaran dalam mensyukuri nikmat yang sungguh
besar yang telah Allah berikan kepada kita.
Bahwasanya Allah menganjurkan kepada makhluknya untuk mensyukuri nikmat
yang diberikan, yaitu dengan satu hal yang mungkin kadang manusia sendiri lupa
apa yang menjadi kewajiban kita sebagai makhluk Allah, yaitu dengan menjalankan
apa yang sudah ditetapkan seperti; Perintah untuk menjalankan shalat yang sudah
ditentukan dalam Al-Qur’an dan Hadist, Puasa, Zakat dan lain sebagainya.
Agar kita
semakin bisa menambah rasa syukur dalam hati kita, dalam makalah ini akan
membahas tentang syukur dalam perspektif al-Qur’an. Dengan rumusan masalah
sebagai berikut:
1) Apa
pengertian dari syukur?
2) Apakah
dengan mengingat nikmat-nikmat Allah bisa meningkatkan rasa syukur kita? Jika
ya, bagaimana al-Qur’an menjelaskannya?
3) Bagaimana
ayat-ayat al-Qur’an memerintahkan kita untuk bersyukur
B.
PENGERTIAN SYUKUR
Syukur adalah memanjatkan pujian kepada sang pemberi nikmat,
atas keutamaan dan kebaikan yang diberikan kepada kita.[1]Syukur
juga berarti mengingat akan segala nikmat-Nya, suatu sifat yang penuh kebaikan
dan rasa menghormati serta mengagungkan atas segala nikmat-Nya, baik
diekspresikan dengan lisan, dimantapkan dengan hati maupun dilaksanakan melalui
perbuatan.
Syukur yang sempurna
harus memenuhi tiga pilar, yaitu : mengakui nikmat tersebut secara batin,
menceritakannya secara lahir dan menggunakannya untuk taat kepada Allah SWT.
Jadi, syukur berhubungan erat dengan hati, lisan dan anggota badan. Hati untuk
mengetahui dan mencintai, lisan untuk menyanjung dan juga memuji, sedangkan
anggota badan untuk menggunakannya dalam ketaatan kepada Allah dan mencegah
penggunaannya dalam kedurhakaan kepada-Nya.[2]
Di
dalam al-Quran telah disebutkan bahwa syukur senantiasa disertai pula dengan
iman, dan Allah tidak akan menurunkan ahzab kepada para makhluk-Nya, jika
mereka mau bersyukur dan beriman. “Allah
tidak akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman….”[3]
Oleh karena itu sebagai orang yang beriman sudah seharusnya kita bersyukur
kepada Allah yang telah memberikan berbagai macam nikmat kepada kita. Allah
telah memberikan nikmat yang banyak kepada kita, baik itu nikmat lahir maupun
batin.
Dalam
sebuah hadis yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah menyebutkan bahwa, “Rasululloh saw.
berwudhu dan sholat, lalu beliau bersujud dan menagis sampai Bilal
mengumandangkan azan untuk sholat. Bilal bertanya, ‘Ya Rasululloh, bagaimana
bisa engkou menangis, sementara Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang telah
berlalu maupun yang kemudian?’ Rasululloh berkata, ‘tidak bolehkah aku menjadi
hamba yang bersyukur, dan kenapa pula aku tidak boleh menangis, padahal Allah
telah menurunkan kepadaku ayat:[4]
sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi, serta pergantian malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa
apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang diturunkan dari langit berupa air,
lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah matinya dan Dia sebarkan di bumi
itu segala jenis hewan dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara
langit dan bumi, sungguh terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mau menggunakan
akal’
C.
ANJURAN UNTUK MENGINGAT
NIKMAT-NIKMAT ALLAH
Bersyukur merupakan tali pengikat bagi nikmat dan menjadi penyebab
bertambahnya kenikmatan. Sebagaimana kata Umar bin Abdul ‘Aziz, “ikatlah
nikmat-nikmat Allah dan bersyukur kepada-Nya.” Ibnu Abid Dunya menceritakan
bahwa Ali bin Abi Thalib r.a. berkata kepada seseorang yang berasal dari
Hamazan, “sesungguhnya nikmat Allah itu ada korelasinya dengan rasa syukur, dan
bersyukur sendiri selalu seiring dengan bertambahnya nikmat Allah. Sebab antara
keduanya tidak dibatasi dinding pemisah, oleh sebab itu, bertambahnya nikmat
Allah tidak akan terputus sehingga terputus pula rasa syukur dari hamba-Nya.”
Hasan al-Bashri berpendapat, “ sering-seringlah menyebut nikmat yang telah
diberikan, karena dengan senantiasa menyebutnya menunjukkan adanya rasa
syukur.” Dan seorang Nabi pun tidak luput dari seruan Allah ini, “Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaknya
kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)” QS. Adh-dhuha: 7.[5]
Ayat
pertama
اللّهُ
الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ وَأَنزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً
فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقاً لَّكُمْ وَسَخَّرَ لَكُمُ الْفُلْكَ
لِتَجْرِيَ فِي الْبَحْرِ بِأَمْرِهِ وَسَخَّرَ لَكُمُ الأَنْهَارَ -٣٢- وَسَخَّر
لَكُمُ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ دَآئِبَينَ وَسَخَّرَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ
-٣٣- وَآتَاكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَتَ اللّهِ
لاَ تُحْصُوهَا إِنَّ الإِنسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ -٣٤-
“Allahlah yang telah menciptakan langit dan bumi dan
menurunkan air (hujan)dari langit, kemudian dengan (air hujan) itu Dia
mengeluarkan berbagai buah-buahan sebagai rezeki untukmu, dan Dia telah menundukkan
kapal bagimu agar berlayar dilautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah
menundukkan sungai-sungai bagimu, dan Dia telah menundukkan matahari dan bulan
bagimu yang terus-menerus beredar (dalam orbitnya), dan telah menundukkan malam
dan siang bagimu. Dan Dia telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu
mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak
akan mampu menghitungnya. Sungguh manusia itu amat dzalim dan sangat
mengingkari (nikmat Allah.)” [6]
Dalam ayat-ayat di atas ini Allah SWT memaparkan sepuluh dalil atas
eksistensi dan kuasa-Nya, yaitu sebagai berikut.[7]
Penciptaan langit. Allah adalah yang menciptakan langit sebagai atap yang
terjaga dan dihiasi dengan bintang-bintang.
Allah menciptakan bumi sebagai alas
yang dihamparkan bagi kehidupan serta menyediakan banyak manfaat padanya.
Allah
menurunkan air hujan dari awan lantas menghidupkan bumi dengan air hujan itu
setelah bumi mengalami kematian, dan menumbuhkan tanaman serta pohon dengannya,
dan mengeluarkan buah serta rezeki yang beraneka ragam dengan warna, rasa,
aroma, dan kegunaan yang berbeda beda. Yang diingatkan disini adalah buah-buah
yang bermanfaat. Adapun buah-buah yang mengandung racun atau berbahaya maka
tidak dimaksud di sini. Ini juga merupakan nikmat yang lain.
Allah menundukkan kapal bagimu.
Maksudnya, Allah menjadikan perahu dapat kamu tundukkan dan dapat kamu
manfaatkan melalui pengajaran tentang cara pembuatannya dan menjalankannya di
atas permukaan air dari satu negeri ke negeri yang lain untuk menumpang atau
membawa barang, dengan izin dan kehendak Allah.
Allah membuatkan sungai-sungai
bagimu, maksudnya memancarkan berbagai mata air bagimu di sungai-sungai, serta
memudahkan pembagian dan pembuatan cabang-cabangnya untuk pengairan area tanah
yang seluas-luasnya dan untuk mengairi pepohonan serta tanaman.
Allah menundukkan matahari dan bulan
bagimu secara terus-menerus. Maksudnya, Allah menyediakan keduanya yang beredar
dengan gerak yang konstan untuk pelayanan dan kerja yang berkesinambungan..
dengan demikian, matahari dan bulan senantiasa terbit dan terbenam dengan
berbagai manfaat yang terkandung didalamnya bagi manusia yang tak terhingga.
Keduanya senantiasa berguna secara berkesinambungan bagi kemaslahatan hidup
manusia, hewan, tanaman, tumbuhan, pepohonan dan buah.
Allah menundukkan bagimu malam dan
siang. Maksudnya, Allah menjadikan keduanya silih berganti dan saling
menggantikan posisi dengan kesinambungan yang konstan. Kadang siang lebih lama,
sebagaimana pada musim dingin, dan kadang siang lebih lama, sebagaimana pada
musim panas, dan yang lainnya lebih singkat, serta sebaliknya. Pada pergerakan
yang silih berganti dan keterpautan lama dan singkatnya pada malam dan siang
hari ini terdapat pengimplementasian manfaat dan kebaikan bagi manusia. Malam digunakan untuk tidur, berdiam ditempat
tinggal, dan untuk istirahat serta berhenti dari pekerjaan. Dan siang untuk
bekerja, usaha, mencari penghidupan, dan berbagai aktifitas yang berkaitan
dengan urusan-urusan dunia.
Dan Allah
memberimu segala apa yang kamu mita dari-Nya. Maksudnya, Allah memberimu, hai
makhluk jenis manusia, apa yang kamu minta dan mewujudkan permohonanmu, terkait
semua yang semestinya diminta oleh manusia dan dimanfaatkannya. Dia tidak
menolak ini pada seorangpun dari umat manusia, akan tetapi nikmat-nikmat ini
dibagi-bagi di antara umat manusia. Mereka adalah keluarga besar yang
memanfaatkan berbagai nikmat Allah yang dibagikan sesuai dengan kebijksanaan
Ilahi dan sesuai dengan prosentase perhitungan sesuai dengan kemaslahatan yang
diketahui oleh Allah bagi setiap manusia.
Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa nikmat-nikmat itu sangat banyak dan bermacam-macam dan juga senantiasa
terbarui di setiap tempat dan waktu. Inilah yang kita saksikan pada masa kita
sekarang ini, di mana berbagai bidang kehidupan penuh dengan berbagai macam
nikmat di dalam jiwa, rumah, jalan raya, dan tempat-tempat kerja yang beraneka ragam.
Oleh karena itu, Allah SWT berfirman
setelah pemaparan nikmat-nikmat itu, ”Dan
jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya.”
Maksudnya, jika kamu, wahai manusia, hendak menghitung nikmat-nikmat Allah yang
diberikan kepadamu maka kamu tidak sanggup menghitung, menetapkan, dan
menjangkau keseluruhannya karena begitu banyaknya nikmat Allah, dan begitu
besarnya nikmat Allah terkait indera manusia, kekuatan, dan pengadaanya dari
ketidakadaan, sampai petunjuk iman dan rezeki yang berkesinambungan.
“sungguh
manusia itu sangat dzalim dan mengingkari (nikmat Allah).” Maksudnya,
sesungguhnya manusia sangat disayangkan tidak mengapresiasi nikmat dan justru
mendholiminya dengan kelalaian mensyukurinya, mengingkarinya, dan tidak meresponnya
dengan ketulusan dan pengakuan. Dua sifat ini, maksudnya kezaliman dan
pengingkaran, terdapat di tengah manusia, bersemayam pada setiap manusia. Jika
sifat ini terdapat pada seorang yang ingkar, maka itu terkait suatu ketentuan,
dan jika terdapat pada orang durhaka maka itu terkait ketentuan yang lain,
sebagaimana yang telah dipaparkan oleh al-Allamah Ibnu Athiyah dalam tafsirnya
yang besar. Dengan demikian manusia memiliki keterpautan terkait tindak
kezaliman dan pengingkaran. Ada orang yang senantiasa bergelimang dalam dua
sifat ini, dan ada yang melakukan dalam kadar tertentu dari keduanya. Namun,
orang yang berbahagia adalah yang terbebas dari keduanya secara total.[8]
Ayat kedua
وَهُوَ
الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ بُشْراً بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ حَتَّى إِذَا
أَقَلَّتْ سَحَاباً ثِقَالاً سُقْنَاهُ لِبَلَدٍ مَّيِّتٍ فَأَنزَلْنَا بِهِ
الْمَاء فَأَخْرَجْنَا بِهِ مِن كُلِّ الثَّمَرَاتِ كَذَلِكَ نُخْرِجُ الْموْتَى
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ -٥٧- وَالْبَلَدُ الطَّيِّبُ يَخْرُجُ نَبَاتُهُ
بِإِذْنِ رَبِّهِ وَالَّذِي خَبُثَ لاَ يَخْرُجُ إِلاَّ نَكِداً كَذَلِكَ
نُصَرِّفُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَشْكُرُونَ -٥٨
“Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai
pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila
angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah suatu yang
tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu. Maka Kami keluarkan dengan
sebab hujan itu dengan berbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan
orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. Dan tanah
yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizing Allah, sedang tanah
yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami
mengulang tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur. ”[9]
Pada ayat sebelumnya Allah telah
menerangkan bahwa Dialah pencipta Alam semesta pengatur segala urusan, tiada
sekutu bagi-Nya dalam semua penciptaan dan pengurusan itu. Karena itu Dia
memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya agar selalu beribadat dan berdoa
kepada-Nya, jangan mempersekutukan-Nya dengan suatu apapun. Maka, pada ayat
ini, Dia menjelaskan berbagai macam nikmat dan karunia-Nya kepada hamba-Nya,
diantaranya mengirim angin yang menghalau awan yang mengandung hujan ke tempat
yang kering sehingga tempat itu menjadi subur dan menghasilkan berbagai macam
buah-buahan, biji-bijian dan sebagainya yang amat diperlukan bagi kelangsungan
hidup manusia dan binatang-binatang. Kemudian Allah menjadikan hal itu sebagai
perumpamaan bagi hari berbangkit. Dimana manusia dihidupkan kembali sesudah
mati.[10]
Dengan kedua ayat ini Allah
menegaskan bahwa salah satu karunia besar yang dilimpahkan-Nya kepada hamba-Nya
ialah menggerakkan angin sebagai tanda bagi kedatangan nikmat-Nya yaitu angin
yang membawa awan tebal yang dihalau-Nya ke negeri yang kering yang telah rusak
tanamannya karena ketiadaan air, kering sumurnya karena tak ada hujan dan
penduduknya menderita karena haus dan lapar. Lalu Dia menurunkan di negeri itu
hujan yang lebat, sehingga negeri yang hampir mati itu menjadi subur kembali
dan sumur-sumurnya penuh berisi air dengan demikian hiduplah penduduknya dengan
serba kecukupan dan hasil tanaman-tanaman itu yang berlimpah ruah.
Memang tidak semua negeri yang mendapat limpahan rahmat itu, tetapi ada
pula beberapa tempat dimuka bumi yang tidak dicurahi hujan yang banyak, bahkan
ada pula beberapa daerah dicurahi hujan tetapi tanah di daerah itu hilang
sia-sia tidak ada manfaatnya sedikitpun.
D.
PERINTAH BERSYUKUR KEPADA ALLAH
Ayat
pertama
فَاذْكُرُونِي
أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُواْ لِي وَلاَ تَكْفُرُونِ
“Maka
ingatlah kepada-Ku, akupun akan ingat kepadamu, bersyukurlah kepada-Ku, dan
janganlah kamu ingkar kepada-Ku.”[11]
{ فاذكرونى } بالصلاة والتسبيح ونحوه { أَذْكُرْكُمْ } قيل معناه (
أجازيكم ) وفي الحديث عن الله « من ذكرني في نفسه ذكرته في نفسي ومن ذكرني في ملأ
ذكرته في ملأ خير من ملئه » { واشكروا لِي } نعمتي بالطاعة { وَلاَ تَكْفُرُونِ }
بالمعصية
(Karena itu ingatlah kamu kepada-Ku) yakni dengan
salat, tasbih dan lain-lain (niscaya Aku ingat pula kepadamu). Ada yang
mengatakan maksudnya niscaya Aku balas amalmu itu. Dalam sebuah hadis qudsi
Allah berfirman, "Barang siapa yang mengingat-Ku dalam dirinya niscaya
Aku akan ingat dia dalam diri-Ku dan barang siapa mengingat-Ku di hadapan
khalayak ramai, maka Aku akan mengingatnya di hadapan khalayak yang lebih baik!"
(Dan bersyukurlah kepada-Ku) atas nikmat-Ku dengan jalan taat kepada-Ku
(dan janganlah kamu mengingkari-Ku) dengan jalan berbuat maksiat dan
durhaka kepada-Ku.[12]
Sedangkan dalam
Tafsir Ibnu katsir yang dimaksud dengan
( واشكروا لِي) “Dan bersyukurlah kepada-Ku” yaitu bahwa Allah
memerintahkan kepada kita untuk bersyukur dan menjanjikan pahala bersyukur
berupa tambahan kebaikan dari-Nya.[13]
Seperti
yang disebutkan dalam firman-Nya yang lain :
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن
شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Dan
(ingatlah) ketika Tuhan-mu Memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur,
niscaya Aku akan Menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari
(nikmat-Ku), maka pasti azab -Ku sangat pedih.” [14]
وَإِذْ
تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ (dan
[ingatlah] ketika Rabb kalian Memberitahukan), yakni ketika Rabb
kalian berkata dan memberitahu kalian di dalam al-Kitab. لَئِن شَكَرْتُمْ (“Sungguh jika
kalian bersyukur) atas anugerah taufik, perlindungan, kemuliaan, dan
kenikmatan.
لأَزِيدَنَّكُمْ (niscaya Kami akan Memberi kalian
tambahan) taufik, perlindungan, kemuliaan, dan kenikmatan. وَلَئِن كَفَرْتُمْ (tetapi jika kalian kufur)
kepada-Ku atau kepada Nikmat-Ku.
إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ (sesungguhnya Azab-Ku benar-benar teramat pedih”) bagi
siapa pun yang kufur. [15]
Allah menjadikan syarat bertambahnya
nikmat dengan keharusan bersyukur, dan tambahan nikmat dari Allah itu sangat
luas, sebagaimana rasa syukur kepada-Nya juga tidak mengenal batas ruang dan
waktu. Kuantitas balasan amal kebajikan hanya Allah swt yang tahu dan berhak
menentukan, kita sekedar menjalankan perintah-Nya.[16]Dalam
hal ini Allah berfirman. “….jika kamu
khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberikan kekayaan kepadamu,
dari karunia-Nya bila Dia menghendaki.” [17]
Ayat
kedua
إِنَّمَا
تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ أَوْثَاناً وَتَخْلُقُونَ إِفْكاً إِنَّ الَّذِينَ
تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ لَا يَمْلِكُونَ لَكُمْ رِزْقاً فَابْتَغُوا عِندَ
اللَّهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوهُ وَاشْكُرُوا لَهُ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
“Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah
hanyalah berhala-berhala, dan kamu membuat kebohongan. Sesungguhnya apa yang
kalian sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezeki kepadamu, maka
mintalah rezeki dari Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya
kepada-Nya kamu akan dikembalikan.”[18]
Memang manusia senantiasa
membutuhkan bantuan dan rezeki sehingga jiwanya selalu mendambakan sandaran
yang kuat, tetapi sandaran itu haruslah yang Mahakuasa. Kamu menyembah
berhala-berhala itu dengan harapan dapat memberi kamu manfaat dan perlindungan
serta menganugerahkan rizki kepada kamu padahal (إِنَّ
الَّذِينَ تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ) sesungguhnya
yang kamu sembah selain Allah siapa dan apapun dia, pasti tidak mampu memberikan (لَا
يَمْلِكُونَ لَكُمْ) perlindungan dan rezeki (رِزْقاً)
kepada kamu walau sedikit dan
betapapun kamu menyembah dan memohon kepadanya. Karena itu, maka minta dan berusaha-lah dengan bersungguh-sungguh guna
memperoleh rezeki dan perlindungan
itu di sisi Allah, karena Dialah
sumber rezeki dan sandaran yang amat kokoh, dan
di samping itu sembahlah Dia
sebagaimana yang di ajarkan oleh-Nya melalui Rasul dan bersyukurlah kepada-Nya semata-mata, apalagi hanya kepada-Nya-lah semata- mata kamu akan dikembalikan. Yakni putusan
akhir ada di tangan Allah. Dia yang menentukan segala sesuatu, baik di dunia
maupun di akhirat.[19]
Kata (أَوْثَاناً)
autsan adalah bentuk jamak dari kata watsan, yaitu berhala yang berupa batu atau yang terbuat dari kayu dan memiliki
bentuk seperti manusia atau hewan yang mereka pilih atau buat untuk disembah.
Kata ini lebih khusus daripada kata ashnaam,
karena yang ini adalah berhala yang disembah walau hanya batu yang tidak
berbentuk. Masyarakat Arab pada masa Jahiliyah, memilih batu-batu yang mereka
senangi lalu menyembahnya. Bahkan para musafir pada masa Jahiliyah memilih
empat batu, lalu yang terbaik mereka sembah, dan tiga lainnya mereka jadikan
tumpu buat periuk mereka. bentuk nakirah pada
kata autsaanan yang digunakan ayat
ini mengesankan keremehannya sekaligus mengisyaratkan bahwa kepercayaan tentang
ketuhanan berhala-berhala itu adalah kepercayaan sesat yang tidak berdasar
serta merupakan kebohongan dan pemutarbalikan fakta.[20]
Ayat
ketiga
وَلَقَدْ
آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ وَمَن يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ
لِنَفْسِهِ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
“Dan
sungguh telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu, ‘Bersyukurlah kepada
Allah ! Dan barang siapa bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya dia
bersyukur untuk dirinya sendiri, dan barang siapa tidak bersyukur (kufur), maka
sesungguhnya Allah Mahakaya, Mahaterpuji’.”[21]
وَلَقَدْ
آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ (Dan
sesungguhnya telah Kami berikan kepada Luqman hikmah) antara lain ilmu,
agama dan tepat pembicaraannya, dan kata-kata mutiara yang diucapkannya cukup
banyak serta diriwayatkan secara turun-temurun. Sebelum Nabi Daud diangkat
menjadi rasul dia selalu memberikan fatwa, dan dia sempat mengalami zaman
kenabian Nabi Daud, lalu ia meninggalkan fatwa dan belajar menimba ilmu dari
Nabi Daud. Sehubungan dengan hal ini Luqman pernah mengatakan, "Aku tidak
pernah merasa cukup apabila aku telah dicukupkan." Pada suatu hari pernah
ditanyakan oleh orang kepadanya, "Siapakah manusia yang paling buruk
itu?" Luqman menjawab, "Dia adalah orang yang tidak mempedulikan
orang lain yang melihatnya sewaktu dia mengerjakan kejahatan." (Yaitu) dan
Kami katakan kepadanya, hendaklah أَنِ
اشْكُرْ لِلَّهِ (bersyukurlah
kamu kepada Allah) atas hikmah yang telah dilimpahkan-Nya kepadamu. وَمَن
يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ (Dan barang siapa
yang bersyukur kepada Allah, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya
sendiri) karena pahala bersyukurnya itu kembali kepada dirinya sendiri. وَمَن
كَفَرَ (dan barang
siapa yang tidak bersyukur) atas nikmat yang telah dilimpahkan-Nya
kepadanya, فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ (maka sesungguhnya Allah Maha
Kaya) tidak membutuhkan makhluk-Nya (lagi Maha Terpuji) Maha Terpuji di
dalam ciptaan-Nya.[22]
E.
KESIMPULAN
Syukur adalah memanjatkan pujian kepada sang pemberi nikmat,
atas keutamaan dan kebaikan yang diberikan kepada kita.[23]Syukur
juga berarti mengingat akan segala nikmat-Nya, suatu sifat yang penuh kebaikan
dan rasa menghormati serta mengagungkan atas segala nikmat-Nya, baik
diekspresikan dengan lisan, dimantapkan dengan hati maupun dilaksanakan melalui
perbuatan.
Dengan
banyak mengingat nikmat-nikmat Allah maka hal itu juga akan menambah rasa
syukur kita kepada-Nya. al-Qur’an sendiri pun juga sudah menjelaskan tentang
anjuran untuk mengingat nikmat Allah. Salah satunya yaitu terdapat dalam surat
Ibrahim ayat 32-34.
Salah satu cara mensyukuri nikmat Allah yaitu
dengan senantiasa menyebut atau mengingat-ngingat nikmat itu, dan senantiasa
menggunakan nikmat-nikmat itu untuk beribadah kepada-Nya, bukan malah untuk
bermaksiat.
INDEKS AL-QUR’AN DENGAN TEMA SYUKUR
No.
|
Indeks al-Qur’an
|
Nama
Surat
|
Ayat
|
1.
|
Perwujutan syukur
menyembah Allah
|
· Al-quraisy
· Al-Kautsar
|
3-4
1-2
|
2.
|
Balasan bagi orang
yang bersyukur
|
· Ali-Imran
|
145
|
3.
|
Perintah bersyukur
kepada Allah
|
· Al-Baqarah
· An-Nahl
· Luqman
· As-Saba’
· Az-Zumar
|
152,
172
114
12,14
15
66
|
4.
|
Celaan terhadap orang
yang enggan bersyukur kepada Allah (orang yang kufur nikmat)
|
· Yasiin
|
35,
73
|
5.
|
Manfaat bersyukur
untuk manusia sendiri
|
· Luqman
|
12
|
6.
|
Allah meridhai orang
yang bersyukur
|
· Az-zumar
|
7
|
7.
|
Alasan mengapa kita
wajib bersyukur
|
· Al-waqiah
|
63-73
|
8.
|
Orang yang beriman
yang bersyukur tidak di siksa
|
· An-nisa’
|
147
|
9.
|
Dorongan agar
bersyukur
|
· Ali-Imron
· Al-Maidah
· Al-anbiya’
· Al-hajj
· Al-qasash
· Ar-Ruum
|
123
6,
89
80
36
73
46
|
10.
|
Amat sedikit golongan
manusia yang mau bersyukur
|
· Al-A’raf
· Yunus
· Al-mukminun
· An-naml
· As-saba’
· Al-Mukmin
|
10
60
78
73
13
61
|
11.
|
Doa agar dapat
bersyukur
|
· Al-Ahqaf
|
15
|
12.
|
Allah mensyukuri
hamba-Nya
|
· Al-Baqarah
· An-Nisa’
· Faatir
· Asy-Syuura
· At-Taghabun
|
158
147
30,
34
23
17
|
Daftar Pustaka
Faried,
Ahmad. 2004, Menyucikan Jiwa konsep Ulama
Salaf, terj. Azhari Hatim. Surabaya: Risalah Gusti.
…………..
2008, Manajemen Qalbu Ulama
Salaf (terjemahan kitab Al-bahrur Ra’iq
Fiz zuhdi War Raqaiq), Surabaya : Pustaka eLBA.
Abdurrahman,
maman. 2012. Pelatihan lengkap
Tazkiyatun Nafs, Jakarta: Zaman.
Az-Zuhaili,
Wahbah. 2013, Tafsir al-Wasith, Terj.
Muhtadi dkk. Jakarta: Gema Insani.
Ghazali,
Yusni dkk. 2011. Ensiklopedia Al-Qur’an
dan Hadis per tema. Jakarta: Alita Aksara Media.
Shihab,
Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah (pesan,
kesan dan keserasian al-Qur’an).
Jakarta:
Lentera Hati.
Ebook
Tafsir Ibnu Katsir. Penerbit: kampung sunnah CO.nr.
Ebook
Tafsir Jalalain
Aplikasi
Al-Kalam, al-Qur’an penerbit Diponegoro.
Tafsir
al-Qur’an Departemen Agama RI.
Baiquni,
N. A. 1996. INDEKS AL-QUR’AN : Cara mencari ayat al-Qur’an. Surabaya:
penerbit “Arkola”.
[1]
Ahmad faried, 2004, Menyucikan Jiwa konsep Ulama Salaf,
terj. Azhari Hatim. Surabaya: Risalah Gusti. h.103
[2]
Ahmad farid, 2008, Manajemen Qalbu Ulama Salaf (terjemahan kitab Al-bahrur Ra’iq Fiz zuhdi
War Raqaiq), Surabaya : Pustaka eLBA. h.299
[3]
QS. An-Nisa’ ayat 147
[5] Ibid. Ahmad faried, menyucikan jiwa…h. 106
[6]
QS. Ibrahim ayat 32-34
[7] Wahbah az-Zuhaili, 2013, Tafsir al-Wasith, Terj. Muhtadi dkk.
Jakarta: Gema Insani. h.240-242
[8]
Ibid.
[9] QS.al-A’raf ayat 57-58.
[10]
Tafsir al-Qur’an Depertemen
Agama RI. h.449
[11] QS.Al-Baqarah ayat 152.
[12]
Ebook Tafsir jalalain.
[13] Ebook Tafsir Ibnu Katsir jilid 2. h. 47
[14] QS. Ibrahim ayat 7.
[15]
Tafsir Al-kalam Diponegoro.
h.256
[16] Ibid. Ahmad faried, menyucikan jiwa…h. 104
[17]
QS. An-Nisa’ ayat 28
[18]
QS.Al-Ankabut ayat 17
[19]
Quraish Shihab, 2002. Tafsir al-Misbah (pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an).
Jakarta: Lentera Hati. h. 461.
[20]
Ibid.
[21]
QS.Luqman ayat 12
[22]
Tafsir jalalain.
[23]
Ahmad faried, 2004, Menyucikan Jiwa konsep Ulama Salaf,
terj. Azhari Hatim. Surabaya: Risalah Gusti. h.103
Tidak ada komentar:
Posting Komentar